Minggu, Mei 30, 2010

Premium Dilarang Masuk Jakarta (bagian 1)

Beberapa hari ini lagi ramai pemberitaan mengenai usaha pemerintah membatasi penggunaan BBM bersubsidi, yaitu premium. Beberapa hal menjadi wacana seperti pembatasan berdasarkan tahun pembuatan untuk mobil, bahkan yang paling baru adalah pelarangan sepeda motor menggunakan BBM bersubsidi. Kedua wacana di atas cukup baik, namun lemah dalam hal pengawasan dan penindakan.

Wacana pembatasan BBM bersubsidi memang sangat menarik. Oleh karena itu saya akan mengusulkan kepada pemerintah hanya satu hal. Hentikan suplai Premium di kota Jakarta!!! Ya, dengan menghentikan suplai premium, maka otomatis pengguna BBM bersubsidi berkurang dan pemerintah tidak perlu mengadakan pengawasan mengenai pengguna BBM bersubsidi tersebut.

Cara kerjanya kira-kira begini. Suplai premium dihentikan di kota Jakarta saja. Kota penyangga Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang masih diperbolehkan untuk menyediakan premium.

Loh kok gitu? Sama aja donk!!!

Gak lah!! Untuk menuju kota penyangga Jakarta dibutuhkan waktu perjalanan yang tidak sedikit. Misalnya, dari Sudirman, bensin sudah hampir habis. Yang paling dekat kota penyangga adalah Bekasi, karena tinggal naik tol dalam kota dan turun di Bekasi Barat. Tapi coba bayangkan, berapa kilometer yang harus ditempuh? Apalagi kalau macet? Apakah worthed harus berulang kali bolak-balik hanya untuk mendapatkan premium? Padahal di Jalan Gatot Subroto hingga Cawang berjejer SPBU yang menyediakan BBM yang bukan premium.

Lalu bagaimana dengan orang yang memang tinggal di kota penyangga? Ya itu keuntungannya!! Mereka tetap bisa membeli premium. Yang penting di Jakarta premium tidak lagi disuplai.

Trus gimana dengan angkutan umum? Seperti yang dibilang, bahwa yang dihentikan hanya premium. Angkutan umum masih banyak yang menggunakan solar. Sehingga bus (besar maupun 3/4) masih bisa menikmati BBM bersubsidi. Dan kalau dilihat dari seluruh pengguna angkutan umum, rasanya hanya sebagian Mikrolet yang terkena dampaknya karena jalurnya tidak melewati kota penyangga Jakarta.

Bagaimana dengan pengendara sepeda motor? Untuk pengendara yang tinggal di daerah penyangga, tentunya tetap bisa membeli premium di dekat tempat tinggalnya. Tapi perlu diingat juga, kapasitas tangki motor tidak banyak. Rata-rata perjalanan sepeda motor yang dari kota penyangga bisa mencapai 100 km per harinya. Artinya mereka harus menyiapkan isi tangki bensinnya minimal 3 liter per tiap kali berangkat jika tidak mau mengisi BBM non subsidi di Jakarta.

Jadi dalam usulan ini yang ditekankan adalah kerepotan masing-masing individu untuk memperoleh BBM bersubsidi. Saya rasa SPBU kota penyangga hanya akan dipenuhi oleh orang-orang yang tidak mau membeli BBM non subsidi di awal-awal kebijakan ini dikeluarkan. Selanjutnya, orang akan merasa kerepotan dan mau tak mau mengubah kebiasaannya menjadi menggunakan BBM non subsidi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar