Selasa, Oktober 07, 2008

Hasil Mudik : Korban Tewas 528 Jiwa

Mudik...

Salah satu kegiatan wajib tahunan yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia. Mudik adalah pulang ke kampung halaman ketika waktunya berlebaran. Banyak moda transportasi tersedia untuk mudik, seperti Pesawat Terbang, Kereta Api, Kapal Laut Bus, Mobil dan Motor.

Untuk kepraktisan, memang pesawat terbang dan kereta api menduduki peringkat atas, karena yang perlu dilakukan hanyalah memesan tiket jauh-jauh hari, dan berdoa agar jadwalnya tidak telat. Trus tinggal duduk manis (kalo dapat tempat duduk di Kereta Api), nikmati perjalanan sampai tujuan. Yang paling menjadi concern hanyalah masalah teknis, apakah ada kerusakan jalur, atau mungkin kerusakan mesin sehingga pesawat tidak dapat take off.

Nah, masalahnya pesawat terbang dan kereta api yang tersedia, tidak mampu menampung seluruh peserta mudik, sehingga sebagian harus menggunakan transportasi darat dengan jalur biasa yang selama ini selalu dilaporkan oleh berbagai media mengenai kondisi jalannya.

Bus memang tetap jadi pilihan, namun beberapa tahun terakhir ini, jumlah pemakai bus untuk mudik semakin menurun seiring meningkatnya pemakaian motor untuk mudik. Jadilah yang terbanyak untuk mudik kali ini menggunakan moda transportasi motor dan mobil.

Melihat aspek keselamatan, tentunya menggunakan mobil pribadi atau bahkan motor pribadi untuk perjalanan jarak jauh tentunya cukup berbahaya. Masalah bukan hanya pada hal teknis, namun lebih banyak kepada masalah non-teknis, seperti ngantuk, lelah, kurang konsentrasi dan lain sebagainya.

Kecelakaan....

Data kecelakaan untuk transportasi darat menggunakan bus, mobil dan motor hingga hari Senin lalu (06 Oktober 2008) adalah korban tewas sejumlah 528 jiwa.

Betapa tragis, 528 orang tewas sia-sia dalam perjalanan mudik, dan angka ini kabarnya adalah angka yang meningkat dibandingkan tahun lalu. Penyebab kecelakaan didominasi oleh kelalaian manusia, atau human error. Jika sudah ini yang menjadi penyebab, maka biasanya pemerintah dalam hal ini polisi dan departemen perhubungan dan instansi lain yang terkait hanya sekedar mencatat angka-angka di lapangan untuk laporan semata. Padahal kalau sudah tau bahwa masalahnya adalah human error, maka seharusnya instansi terkait tersebut melakukan tindakan preventif untuk mengurangi secara signifikan angka-angka tersebut, supaya di tahun-tahun mendatang tidak lagi terjadi hal yang demikian.

Apakah mungkin angka 528 masih dianggap kecil dibandingkan jumlah pemudik yang terlibat yang mencapai jutaan orang? Jangan lupa, kalau dalam satu komplek perumahan, ada kematian secara simultan sebanyak 528 orang, apa gak kelabakan tuh? mulai dari mandiinnya, sholatinnya, dan juga nguburinnya....

Atau, jika di sebuah perusahaan ada tiba-tiba 528 karyawannnya tewas, apa gak pincang tuh perusahaan? Susah lagi untuk ngerekrut, apalagi kalau yang tewas itu adalah karyawan kunci di perusahaan tersebut....

Apakah pemerintah kita tidak memikirkan yang seperti ini? mungkin jawabannya masih, cuma gak mau detail....yang penting bukan saya dan keluarga saya yang kena.....

Apakah harus keluarga dulu yang kena baru kita sadar? Apakah harus teman dekat dulu yang kena baru kita bertindak? Mungkin saat kita bertindak, kita sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi nantinya.

Human Error....

Human error, adalah salah satu kambing hitam yang paling mudah dalam satu peristiwa kecelakaan. Padahal dalam unsur safety, human error ini adalah hal yang paling bisa dicegah. Buktinya di beberapa perusahaan yang mengedepankan safety, sangat jarang ditemui adanya kecelakaan yang disebabkan human error. Setidak-tidaknya triggernya bukan karena human error, walaupun kalau masalah teknis kadang-kadang juga akibat dari human error.

Untuk di jalan raya, human error dapat pula dicegah, dan sangat mungkin untuk mencegahnya. Saya sendiri bingung, kenapa bisa segitu banyak terjadi kecelakaan sepanjang mudik lebaran, bukankah jalanannya padat merayap? Kalau sundul mobil satu dua sih rasanya tidak mungkin ada korban jiwa, tapi ini sampai 528 orang, berarti kan saat kecelakaan kecepatannya cukup tinggi, padahal untuk mendapatkan kecepatan yang tinggi kan susah kalo kondisi jalan dari mulai Jakarta hingga kampung halaman semuanya padat merayap......

Itulah uniknya peristiwa ini, di satu sisi, kita disuguhkan oleh kemacetan di berbagai titik ketika mudik, tapi di sisi lain, banyak terjadi kecelakaan yang sampai merenggut nyawa dan kalau diperkirakan kecepatan ketika terjadi kecelakaan adalah kecepatan yang cukup tinggi.

Lalu dimana salahnya? menurut instansi berwenang, adalah human error, atau kalimat redaksionalnya adalah ketidaktaatan pengendara kepada rambu-rambu lalu lintas yang dipasang. Nah kalau udah tau masalahnya seperti itu, kenapa tiap tahun berulang terus? Apa semua ini dibiarkan saja mengalir, dan jika beruntung, maka jumlah kecelakaan dan orang yang tewas juga akan berkurang? Tentu tidak!!! harus ada sesuatu yang dilakukan....

Sebenarnya kalau masalah kecelakaan itu hanyalah masalah teknis, tentunya tindakan pencegahan dapat dengan mudah dilakukan, contohnya, kecelakaan karena rambu lalu lintas di daerah tersebut kurang memadai, sehingga tinggal lakukan pemesanan rambu lalu lintas, trus dipasang, jadi deh....gampang!!! Masalahnya ini adalah human error. Dan human error itu yang paling susah. Namun kalau tidak ada tindakan apa-apa, ya sama aja, tinggal nunggu nasib sial kalau gitu.

Sekarang katakanlah alasannya memang seperti di atas, yaitu ketidaktaatan pengendara kepada rambu lalu lintas. Nah, faktor penyebab ketidaktaatan ini apa? Misalkan pengendara tidak mengerti mengenai rambu lalu lintas, trus penyebab tidak mengertinya apa? padahal kan sudah ada SIM yang dikeluarkan kepolisian yang salah satu ujiannya adalah mengenai rambu lalu lintas. Trus kalau pengendara tidak mengerti mengenai rambu, kenapa bisa dapat SIM?

Apa mungkin root causenya adalah penerbitan SIM? bisa jadi, karena saat saya mengambil SIM pertama kali beberapa tahun yang lalu, baik mobil ataupun motor saya ditawarkan untuk memperoleh SIM tanpa test tapi harus bayar. Saat itu untuk masing-masing SIM saya harus membayar sekitar 200-300 ribu. Saya memang tidak tau test apa saja dalam ujian SIM, namun saya berusaha mencari tahu lebih banyak mengenai teknik-teknik mengemudi yang baik dan juga aman. Saya belajar bagaimana teknik untuk parkir paralel, yang nyatanya kalau kita tahu tekniknya, rupanya cukup mudah untuk dilakukan, kalau belum tau tekniknya, bisa beberapa menit tuh untuk bisa parkir paralel.

Selain mempelajari teknik, saya juga mencari tahu mengenai berkendara yang aman. Hal pertama yang paling saya ingat untuk keselamatan ketika berkendara adalah menggunakan seat belt. Dulu, sebelum saya bisa nyetir sendiri, seat belt sangat jarang dipakai, namun setelah beberapa bulan bisa nyetir sendiri, memaksakan diri untuk terus memakai seat belt, sehingga saat ini, kalo naik mobil tanpa menggunakan seat belt rasanya risih....

Di samping itu saya juga banyak belajar tentang persiapan kendaraan, terutama kalau ingin melakukan perjalanan jarak jauh. Cek kondisi ban merupakan salah satu hal yang penting sebelum melakukan perjalanan. Karena ajaibnya, ban yang punya angin kurang, mempunyai probabilitas untuk pecah lebih besar daripada ban yang cukup anginnya. Biasanya sih ban pecah kalau kecepatan tinggi (kemungkinan di atas 100 km/jam) atau muatan penuh dan kondisi ban lebih kempes dari seharusnya. Karena tau bahwa kecepatan di atas 100 km/jam cukup berbahaya, walaupun kita tau bahwa kondisi ban kita baik, namun kita belum bisa yakin 100% ketika mobil kita keluar komplek, tidak terkena paku kecil di jalanan, yang akan sangat berbahaya kalau berkendara di atas 100 km/jam.

Lagipula, sekarang kan bensin sudah mahal, buat apa berkendara di atas 100 km/jam? Bensin yang digunakan semakin banyak, dan kurang santai dalam menyetir, karena harus full konsentrasi terus menerus. Saya biasa berkendara di kecepatan 70 - 90 km/jam jika di jalan tol, dan 60 km/jam di luar jalan tol. Mungkin gak terlalu cepat, tapi saya yakin saya cukup santai, dan juga sambil berharap pemakaian bensin lebih irit dari biasanya.

Tentu masih banyak lagi tips dan trick yang perlu diketahui mengenai teknik mengemudi yang benar dan aman. Masalahnya masih banyak orang kita yang tidak tau teknik yang benar, apalagi yang aman. Mereka yakin dengan pengalamannya, yang mungkin selama 30-40 tahun hidupnya diisi dengan mengemudi. Pengalaman memang membuat kita lebih terbiasa, tapi kalau yang dilakukan setiap hari itu adalah tindakan yang salah, mau berpengalaman bagaimanapun, tetap juga salah. Masalahnya ada kejadian emergency yang kalau orang tidak tahu maka biarpun pengalaman menyetirnya sudah puluhan tahun, dan ketika dia mengalami kejadian emergency tersebut, maka sama saja dia seperti orang baru bisa nyetir dan mengalami emergency. Emergency yang saya maksud disini adalah, adanya kejadian di luar keinginan kita terhadap segala kondisi yang membuat pengalaman menyetir kita menjadi kurang enak. Mulai dari ban kempes, jalan yang bergelombang, hingga mengalami pecah ban.

Sekarang contoh aja, ada wanita yang katakanlah umurnya sudah 40 tahun. Dia sudah dapat nyetir sejak umur 17 tahun karena saat kuliah lalu orangtuanya telah membelikannya sebuah mobil untuk dikendarainya buat kuliah. Tentu kalau pengalaman menyetir sudah 23 tahun, tentunya kita pun tak ragu lagi akan kemampuannya. Tapi andaikata, selama 23 tahun dia menyetir, tidak pernah sekalipun mengalami kempes ban di jalanan, dan di saat dia lagi butuh untuk buru-buru ke tempat kerjanya dan mengalami kempes ban, maka dia akan kesulitan untuk sekedar mengganti ban sendiri. Yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu kerabat, atau orang yang bersedia menolong dengan imbalan tertentu untuk menggantikan bannya, atau mencari tambal ban terdekat. Dia tidak siap dengan keadaan emergency ini. Untungnya cuma kempes ban, bagaimana kalau pecah ban depan dalam kecepatan tinggi? Apa yang harus dilakukan? Kalau tidak pernah mengalami pecah ban, tentunya, begitu mendengar ada yang meletus, reflek sebagai pengendara adalah menginjak rem!!! padahal ketika mengalami pecah ban depan dalam kecepatan tinggi, menginjak rem adalah hal yang tidak boleh dilakukan, karena bila dilakukan, mobil bisa terbalik dan tentunya kita tidak akan tahu lagi apa akibat lanjutan bila mobil kita terbalik. Yang harus dilakukan adalah tetap tenang, kendurkan gas, dan turunkan kecepatan secara perlahan-lahan, sambil menahan setir untuk menghindari berpindah jalur terlalu jauh. Cara ini juga saya dapatkan dari belajar, saya belum pernah sekalipun mempraktekannya, karena beruntunglah orang yang mampu mempraktekannya, dan dia masih bisa hidup dan dapat menyetir kembali saat ini, karena mungkin sangat langka.

Namun apakah teknik-teknik seperti ini dapat diakses oleh orang kebanyakan? Berapa banyak pengendara yang cuma mengandalkan pengalaman dari orangtuanya, temannya, kakaknya, dan sudah berani untuk berjibaku di jalan raya yang tidak mengenal belas kasihan?

Usaha dari Polri dan instansi terkait selama ini sebenarnya sudah cukup simpatik. Kampanye mengenai keselamatan berkendara banyak dilakukan. Namun yang benar-benar mendapatkan edukasi mungkin hanya sebagian kecil kelompok, yang lain hanyalah dapat melihat spanduk-spanduk yang bertuliskan anjuran. Apakah perilaku orang dapat diubah dengan hanya anjuran? Di perusahaan yang mengedepankan safety, anjuran disertai dengan sikap represif, seperti, nilai tahunan nanti akan jelek kalau safety habitnya kurang baik, atau akan dicatat sebagai pertimbangan kenaikan gaji, jika dalam satu tahun tersebut kita pernah mengalami kecelakaan kerja. Sehingga paling tidak, orang sadar tidak akan melakukan pelanggaran, karena mereka tahu, jika mereka melanggarnya, mereka sendiri yang akan rugi...

Penutup....

Semakin hari, semakin banyak saja jumlah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan korban jiwa. Setiap orang tahu, kecelakaan dapat menyebabkan kehidupan suatu keluarga berubah dalam sekejap. Jika suatu kendaraan yang penuh penumpang yang notabene satu keluarga, dan mengalami kecelakaan, kemudian seluruh penumpang dalam kendaraan itu tewas, maka bagaimana dengan harta benda mereka? bagaimana dengan rencana jangka panjang mereka? bagaimana dengan orang-orang terkasih mereka? bagaimana dengan orang-orang yang selama ini bergantung kepada mereka? bagaimana dengan anggota keluarga yang tidak ikut dalam kendaraan itu? Tentunya satu hal yang pasti, segalanya akan berubah!!!! Dan perubahan itu sangat radikal!!! Dan kebanyakan perubahan radikal tersebut ke arah yang tidak diinginkan, dan untuk kembali ke arah yang diinginkan butuh usaha yang lebih keras lagi dari anggota keluarga yang masih hidup.

Maukah anda membiarkan anak-anak anda menjadi yatim-piatu padahal mereka belum mengerti apa-apa? Maukah anda membuat mimpi anak-anak anda menjadi bubar karena kehilangan orang yang selama ini mendidik mereka? Maukah anda membiarkan keluarga anda tiba-tiba jatuh miskin, padahal selama ini anda mati-matian mencari duit untuk kesejahteraan keluarga anda?

Pilihan tergantung anda, jangan terlalu berharap kepada instansi terkait, selama pembuatan SIM masih bisa pakai jalur cepat.