Jumat, April 09, 2010

Rekayasa Markus

Sebuah stasiun televisi swasta yang banyak mengabarkan berita telah dituduh merekayasa berita demi kepentingan rating. Banyak yang percaya dan banyak pula yang tidak. Yang pasti orang yang dijadikan sebagai narasumber mengaku ada rekayasa dari presenter acara tersebut. Sedangkan dari pihak stasiun televisi tersebut membantah tuduhan tersebut dan mereka yakin bahwa narasumber yang ditampilkan adalah valid.

Bantah-bantahan kronologis dan fakta adalah hal yang sangat umum di negeri ini. Dalam seminggu terakhir saja sudah banyak terjadi bantahan fakta antara satu pihak dengan lainnya. Misalnya, dalam kasus suap pemilihan deputi senior Bank Indonesia, antara terdakwa dan saksi terdapat perbedaan keterangan yang signifikan. Atau yang mungkin cukup telak adalah bantahan kapolri mengenai tidak adanya budaya setoran kepada atasan di tubuh polri. Yang menarik lagi bantahan dari pengacara bekas pegawai pajak yang ditenggarai memiliki rekening tak wajar, dan berkata bahwa kliennya kerja keras selama 34 tahun di dirjen pajak.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, siapa yang benar? Wallahualam. Masing-masing berkata sesuai pengetahuannya, malah untuk beberapa kasus masing-masing berkata di bawah sumpah. Apakah sumpah yang diucapkan tidak dipedulikan? Kita sama-sama tak tahu. Yang pasti ketika suatu kejadian ada beberapa versi cerita, maka tentunya ada cerita yang tak benar, dan belum tentu ada cerita yang benar.

Kejujuran sepertinya sudah punah dari negeri ini, minimal seperti yang dipertunjukan di media cetak maupun media massa. Kode etik sudah menjadi barang usang. Popularitas, kekuasaan dan uang menjadi panglima pada setiap kejadian di negeri ini. Entah bagaimana bangsa ini bisa bertahan lagi lebih lama jika hal ini terus dibiarkan dan tidak ada tindakan pencegahan maupun penindakan tegas terhadap yang terbukti bersalah.

Kembali ke kasus awal mengenai televisi swasta. Mungkin karena seringnya siaran live di televisi, pagi, siang, sore, malam dan kadang tengah malam, membuat bahan berita yang dikabarkan kadang kurang berkualitas. Lihat saja, dari pagi bicara ini. Siang bicara ini lagi. Sore ini lagi yang dibahas. Malam dan tengah malam pun ini lagi yang dibicarakan. Sehingga untuk membuat variasi dan untuk terus ditonton oleh pemirsa dengan indikator rating, maka para kreatif di stasiun televisi tersebut harus memutar otak dengan keras. Tapi kreatifitas yang disertai deadline yang ketat membuat pelakunya kadang harus mengambil jalan pintas, dan kemungkinan ini yang terjadi kepada stasiun televisi swasta tersebut. Jalan pintas yang dipikir baik untuk semuanya, bagi rating, bagi pemirsa, bagi stasiun yang bersangkutan dan juga bagi pembentukan opini ke masyarakat yang terus lapar akan informasi yang seru dan dikemas secara populer.

Namun jalan pintas itu rupanya berimbas sangat besar. Alih-alih mendapatkan sesuai keinginan, malah ketiban kasus yang sangat besar. Bukan hanya kepada presenter yang bersangkutan, tetapi kepada stasiun televisi tersebut. Oleh karena itu tidak aneh bila bantahan keras datang - atas keterangan orang yang diduga dibayar untuk merekayasa suatu kabar - dari pihak televisi swasta tersebut.

Memang kasus ini masih berjalan dan kita belum tahu siapa yang akhirnya melakukan penipuan. Namun melihat kondisi kasus yang sama seperti sebelumnya, kita akan melihat suatu kondisi dimana tidak ada fakta yang sebenarnya terjadi, sehingga ketika hal ini beralih ke pengadilan atau dewan kode etik, maka hasil sidang paling banter hanya memberikan hukuman ringan supaya rasa keingintahuan masyarakat terbayar. Bukan karena fakta yang valid, apalagi bukti-bukti kuat di balik kasus tersebut.

Rasanya dari sejak pertengahan tahun lalu, masalah tidak kunjung habis di negeri ini. Mulai dari terorisme, cicak-buaya, century, pajak, suap, markus dan yang terakhir adalah rekayasa markus. Uniknya kasus-kasus ini menenggelamkan kasus yang cukup signifikan seperti banjir bandung-karawang dan gempa bumi di aceh beberapa hari yang lalu.

Ayo kita bangkit!! Jika negara lain sudah memikirkan bagaimana supaya bisa hidup di luar angkasa, maka pejabat kita berpikir bahkan lebih mundur dari jaman kemerdekaan, yaitu gimana caranya supaya kaya dan hidup enak. Persis seperti jaman belanda dimana pamong praja hanya jadi cecunguk kumpeni dan memeras rakyatnya sendiri...sumber alam kita habis, sumber daya manusia tidak berkualitas. Saat ini saya rasa kita tidak lebih baik daripada jaman sebelum merdeka....

Apakah sudah tidak ada hati di negeri ini?

1 komentar:

  1. Seperti biasa, kasus ini dibuat ngambang...

    http://www.detiknews.com/read/2010/04/12/202212/1336974/10/tvone-polri-sepakat-tak-bawa-ke-ranah-hukum?881103605

    kapan ada yang pernah belajar kalau aturan tidak jelas?

    BalasHapus