Kamis, Desember 09, 2010

Gerakan Anti Korupsi, Akankah Berhasil?

Hari ini tanggal 9 Desember 2010 diperingati sebagai hari anti korupsi sedunia. Perayaan hari anti korupsi kali ini diwarnai dengan karnaval mengarak pelaku korupsi secara simbolis keliling kota Jakarta. Beberapa hari yang lalu salah satu punggawa anti korupsi di Indonesia menyelenggarakan konser musik di salah satu mal di Jabodetabek untuk kampanye anti korupsi kepada anak muda. Yang jadi pertanyaan saya, apakah gerakan anti korupsi ini akan berhasil di kemudian hari?



Pertanyaan di atas mungkin bernada pesimis, apalagi di Indonesia sudah banyak organisasi yang terlibat di bidang anti korupsi ini. Sebut saja nama ICW (Indonesia Corruption Watch) atau TII (Transparency International Indonesia), bahkan ada pula lembaga resmi yang dibuat oleh pemerintah yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan dibantu oleh Satgas Hukum yang ujung-ujungnya juga berkutat di masalah korupsi. Namun kenyataannya korupsi di negeri ini semakin menjadi-jadi dan seakan-akan sudah menjadi bagian dari budaya masyakarat sendiri.

Siapa sih orang di negeri ini yang tidak pernah terlibat korupsi? Paling tidak pernah menjadi korban dari tindakan korupsi. Ketika mengurus KTP, SIM, STNK, Paspor, kita pasti pernah melakukan atau paling tidak menjadi korban tindak korupsi. Melakukan tandanya adalah kita menggunakan calo yang mempermudah dan mempercepat dalam pengurusan. Menjadi korban tandanya adalah pengurusan hal-hal tersebut sangat lama karena jatah antrian kita diserobot oleh orang lain yang mau membayar lebih.

Kembali ke pertanyaan awal, akankah gerakan anti korupsi berhasil mengeliminasi korupsi di negeri ini? Menurut saya tidak! Kenapa tidak? karena gerakan ini sudah salah dari tataran konsep. Mungkin anda pernah membaca buku "Secret" karya Rhonda Byrne atau menonton filmnya. Saya pernah dan baru saja beberapa hari terakhir ini. Membaca bukunya sampai saat ini belum selesai, namun ada bagian di buku tersebut yang membuat saya tertarik.

Di buku dan juga filmnya disebutkan bahwa kita harus fokus kepada sesuatu yang kita inginkan dan bukan ke sesuatu yang TIDAK kita inginkan. Contohnya, fokus ke "Saya ingin menjadi kaya". Jangan fokus ke "Saya tidak mau jadi miskin". Kedua kalimat tersebut mempunyai arti yang kurang lebih sama tapi memiliki dampak yang sama sekali berbeda.

Menurut "Secret" dengan memfokuskan pikiran kepada "Saya ingin menjadi kaya" maka alam semesta akan membantu anda menjadi kaya bagaimanapun caranya. Namun jika memfokuskan pikiran kepada "Saya tidak mau jadi miskin" maka alam semesta akan membantu anda menjadi miskin bagaimanapun caranya. Pikiran kita, masih menurut "Secret" tidak bisa menerima kalimat negatif yang dimulai dengan kata "Tidak" dan sebangsanya. Karena pikiran kita tidak dapat mencerna kata "Tidak", maka sesuatu yang tadinya kita tidak inginkan malah akan menghampiri kita karena pikiran kita yang memintanya untuk datang. Hal inilah yang dinamakan "Law of Attraction".

Jadi, semakin kita giat melakukan kegiatan anti korupsi, maka yang kita dapatkan adalah korupsi semakin menjadi-jadi bahkan setiap hari lahir koruptor-koruptor baru yang semakin lihai dalam menjalankan aksinya. Coba kita lihat pada kasus Gayus Tambunan. Gayus adalah pegawai negeri dari departemen keuangan bagian pajak yang masa baktinya baru sekitar 5 tahun. Umur 5 tahun tersebut masih lebih muda daripada umur KPK yang dibentuk semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika Gayus melakukan aksi korupsinya, saat itu KPK sudah ada dan Gayus tidak gentar sedikitpun dalam melakukan aksinya. Dengan adanya KPK, koruptor bukannya takut tapi malah semakin menjadi-jadi.

Oleh karena itu untuk mencegah korupsi di negeri ini, kita perlu hilangkan kata "Korupsi" dalam kegiatan anti korupsi. Lawan kata korupsi yang saya dapatkan adalah Jujur. Jujur inilah yang kita gunakan untuk kampanye melawan korupsi. Jadi, alih-alih menggunakan istilah "Anti Korupsi" kita ubah saja menjadi "Galakkan Kejujuran". Dengan menggunakan kekuatan pikiran, kita ubah kata korupsi menjadi kejujuran.

Saya sebenarnya senang dengan konsep kantin kejujuran yang pernah dikampanyekan di berbagai sekolah beberapa tahun lalu. Namun berita yang saya tahu, kantin kejujuran banyak yang tutup karena pengelolanya merugi. Kejujuran inilah yang kita tanam sejak dari dini, sehingga tidak akan timbul generasi korupsi berikutnya seperti yang dilakukan oleh Gayus yang merupakan generasi baru korupsi. Padahal kalau ditelusuri lebih jauh generasi Gayus - melihat dari umurnya yang sudah 30 tahun - adalah generasi mahasiswa tahun 1998 yang dahulu menginginkan reformasi di republik ini. Namun rupanya ketika masuk ke dunia birokrasi, apa yang diperjuangkan saat itu, dicampakkannya sendiri karena yang ada di pikirannya adalah korupsi, korupsi dan korupsi.

Mulai hari ini yang bertepatan dengan hari anti korupsi, mari kita ubah pikiran kita dari "ingin memberantas/memusnahkan/menghancurkan korupsi" menjadi "ingin menegakkan/mengalakkan/membudayakan kejujuran". Kampanye kejujuran lebih elegan kelihatannya daripada kampanye anti korupsi. Dan kalau bisa KPK diubah namanya menjadi Komisi Penegakan Kejujuran.

Dengan menanamkan kata-kata kejujuran di benak seluruh masyarakat, saya yakin dengan sendirinya korupsi akan berkurang drastis dan Indonesia akan kembali menjadi masyarakat yang memiliki budaya jujur, hal yang sudah lama hilang di negeri ini, bukan hanya di kota besar tapi juga di desa terpencil negeri ini.

Mari kita hidup jujur. Mau?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar