Minggu, Maret 28, 2010

Menghapal 157 Ayat Al-Qur'an

Hari ini, tepatnya 28 Maret 2010 adalah hari ke-157 saya dan istri menghapal Al-Qur'an satu hari satu ayat. Kegiatan ini terinspirasi oleh ceramahnya Ustadz Yusuf Mansyur yang pernah datang ke kantorku untuk ceramah. Ayat mana sajakah yang sudah kami hapal?

Kami memulai menghapal Al-Qur'an berurutan sejak surat terakhir. Dan sebagai informasi surat ke-157 adalah Surat Ad-Dhuha ayat terakhir atau ayat 11. Dan besok mulai menghapal Surat Al-Lail. Selama 157 hari terakhir kami memang agak sedikit santai dalam menghapal, karena paling tidak lebih dari separo ayat sudah pernah kami hapal ketika masih kecil. Beberapa surat yang memang belum pernah kami hapal sebelumnya membuat kami harus berkali-kali membacanya. Surat-surat yang baru saja kami hapal adalah: Al-Adiyaat, Al-Bayinnah dan Al-Alaq. Beberapa surat sempat hapal tapi kurang pede adalah Al-Qariah, Al-Zalzalah, At-Tiin dan As-Syarh.

Mulai Surat Al-Lail saya dan istri sama sekali belum pernah mendengar ayat demi ayat di dalamnya. Inilah usaha menghapal yang sesungguhnya. Mudah-mudahan kami dapat melewatinya tanpa banyak tantangan berarti...Amin.

Jika kami sudah 157 ayat, Lalu anda sudah hapal berapa ayat?

Sabtu, Maret 27, 2010

Apa Kata Dunia?

Sebutan di atas dipopulerkan oleh film Nagabonar Jadi 2 yang beberapa tahun lalu tayang di bioskop nasional. Selanjutnya sebutan di atas dipopulerkan untuk advetorial kantor dirjen pajak yang mengajak masyarakat berpartisipasi dalam membayar pajak, mulai dari membuat NPWP hingga memberikan laporan pajak yang jujur dan apa adanya.

Apa Kata Dunia....suatu sebutan yang singkat namun begitu dalam maknanya. Seakan-akan jika kita tidak ikut berpartisipasi membayar pajak maka kita sudah ketinggalan jaman. Bahkan jika kita melaporkan pajak dengan tidak jujur maka itu pun sudah ketinggalan jaman. Memang slogan yang pas ditujukan untuk menarik masyarakat berpartisipasi.

Namun kejadian dalam beberapa hari belakangan dapat membuat masyarakat apatis atas advetorial tersebut. Pegawai pajak yang katanya masih golongan III-A atau setara dengan rekrutmen baru PNS lulusan S-1, memiliki rumah dan mobil mewah yang nilainya miliaran. Hal yang dengan logika akal sehat sulit untuk dicerna. Bahkan saya memiliki teman yang kerja di perusahaan asing selama 30 tahun lebih, dengan posisi yang cukup baik, hanya mendapatkan uang pensiun kurang dari 2 miliar rupiah.

Satu lagi contoh pegawai pajak yang juga tidak sesuai dengan logika akal sehat adalah pimpinan BPK yang tadinya seorang pimpinan pegawai pajak. Beliau memiliki kekayaan puluhan miliar (yang dilaporkan) dan 90% dari nilai tersebut adalah hasil hibah.....betul-betul lelucon dari para petinggi negeri ini....

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kalau ingin cepat kaya maka masuklah ke pegawai pajak. Jika anda mendapatkan tugas untuk mengurusi pajak badan, maka uang miliaran bisa diperoleh kurang dari satu tahun bekerja. Begitu yang saya dengar dari teman-teman sekolah saya ketika kami reunian bersama. Dan hal yang mirip juga saya dengar dari teman kantor saya yang bekerja di bagian pajak, yang tentunya punya teman orang pegawai pajak.

Lalu, kalau memang benar bahwa pegawai pajak banyak berbuat curang demi kekayaan pribadi dan kelompoknya, maka berarti perbuatan curang ini bukan menjadi perbuatan yang kuno dan tidak sesuai jaman sesuai slogan advetorial pajak beberapa tahun belakangan ini. Katanya reformasi telah dilakukan di bagian basah tersebut, tapi ternyata pegawai pajak yang melakukan pelanggaran masih saja terlihat, bahkan terlihat sangat jelas dari materi yang ia miliki.

Saya pernah mendengar talkshow mengenai NPWP saat advetorial pajak demikian membahana. Disitu dikatakan, dari sisi pajak tidak peduli tiap individu mendapatkan uang darimana, namun yang terpenting adalah mereka membayar pajak setiap pendapatan yang diterimanya. Jika memang demikian, apakah pegawai pajak yang pendapatannya miliaran setahun tidak melaporkan pajaknya secara benar? Atau mungkin mereka tahu trik lapor pajak supaya tidak diperiksa oleh petugas pajak lainnya....betul-betul konspirasi terorganisir....Kalo udah begini dan boroknya diketahui publik, lalu, Apa Kata Dunia???

Kamis, Maret 18, 2010

Pengalaman Menarik di Pesawat Terbang Baling-baling

Awal Maret lalu, tepat dari tanggal 1 - 3 Maret 2010 saya berkunjung ke daerah kerja perusahaan di tengah laut. Pulang dari sana dan ketika kembali ke Jakarta, kebetulan saya sebelahan dengan seorang karyawan dari tempat yang saya kunjungi dan berbincang-bincang dengannya sepanjang perjalanan. Tidak biasanya saya berbincang begitu lama dengan seseorang yang baru saya kenal, apalagi di dalam perjalanan pesawat terbang baling-baling yang memakan waktu 2 jam 30 menit itu. Inilah ceritanya...

Perbincangan dimulai sebenarnya dengan basa-basi saya ketika dia mengeluarkan buku untuk dibaca. Saya tidak hapal judulnya, tapi menurut dia itu adalah buku bagus. Bahkan katanya ada buku yang lebih bagus lagi. Judulnya Negeri 5 Menara. Saya bilang saya jarang baca novel namun pernah baca Laskar Pelangi yang menurut saya bagus. Dia bilang buku Negeri 5 Menara lebih bagus lagi...

Menurut dia buku itu bercerita tentang 6 orang yang berbeda latar belakang, tapi mempunyai mimpi di 5 bidang berbeda. Dua orang dari 6 orang tersebut memilih bidang yang sama. Mungkin itulah disebut 5 menara. Yang membuat saya takjub, orang tersebut mengaku memiliki 2 buah buku Negeri 5 Menara.....Saya pernah dengar orang nonton bioskop berkali-kali, tapi beli buku sampe 2 dan untuk dibaca sendiri jarang terjadi....bahkan baru pertama kali ini saya mendengar hal tersebut. Begitu baguskah novel ini???

Itu baru satu hal. Ada hal lain yang orang tersebut ceritakan ke saya. Dulu orang tersebut adalah vegetarian ketika masih muda (kalau tidak salah di tahun 90-an), namun berhenti. Saya bertanya, vegetariannya sampai level apa, dia jawab murni vegetarian. Trus kenapa berhenti, dia jawab karena di kerjaan dia waktu itu tidak memungkinkan dirinya tetap menjadi vegetarian. Makanan yang disediakan tempat kerjanya dulu selalu mengandung ayam dan daging, sehingga terpaksa dia berhenti menjadi vegetarian hingga sekarang (walaupun yang sekarang tentunya dia berhenti karena pilihannya). Sebagai orang yang baru mau menjadi vegetarian, saya bertanya kepadanya, apa manfaat yang dirasakan ketika menjadi vegetarian.

Dia jawab, manfaat yang paling utama adalah emosi menjadi stabil. Kita tidak mudah meledak-ledak. Lagipula badan tidak mudah capek. Hm....kenapa saya tidak merasakan perubahan ini ya selama lebih dari 9 bulan menjadi vegetarian? Tapi memang benar, semenjak jadi vegetarian, tidak pernah sekalipun saya marah-marah. Dulu kalau lagi jalan ama istri, dan istri suka telat, lalu kemudian macet, saya suka marah-marah ama istri. Tapi kemarin, diuji dengan keadaan yang sama, sebenarnya sama kesalnya tapi tidak meledak-ledak. Apakah ini manfaat vegetarian?

Dulu setiap sebulan sekali saya minimal satu sampai dua hari ada sakit, tidak enak badan. Apalagi dengan kondisi kerjaan sekarang yang makin menumpuk, harusnya saya semakin tidak berdaya. Namun buktinya, sejak 6 bulan yang lalu saya tidak pernah ijin sakit karena kelelahan. Yang ada adalah sakit karena memang sakit karena virus, dan itu tidak dapat dihindari....Benarkah ini karena vegetarian?

Ada satu hal lagi yang saya pelajari dari orang tersebut. Dia berkata bahwa makanan itu sebenarnya adalah racun bagi tubuh. Dia berkomentar, jika kita lapar, kemudian makan, maka makanan itu baik bagi kita. Tapi jika kita sudah kenyang, kemudian masih makan, maka percayalah bahwa kita itu memasukkan racun ke tubuh kita. Nasehat yang sungguh luar biasa. Jika teringat kata-kata itu kadang-kadang saya melewatkan tawaran dari teman-teman untuk mencicipi makanan yang dia bawa (walaupun beberapa kali suka lupa diri juga....hehehe). Hidup saya walaupun sudah menjadi vegetarian, tapi dalam beberapa bulan ini tidak turun satu kilogram pun. Ini karena saya masih tergoda untuk ngemil di sela-sela jam makan, yang pada hakekatnya saya memasukkan racun ke dalam tubuh saya.

Benar-benar pengalaman yang menarik bagi saya. Orang yang tidak saya kenal tiba-tiba memberikan suatu pelajaran berharga bagi saya. Tapi sayangnya saya sampai saat ini tidak tahu namanya siapa, walaupun ketemu setiap hari ketika saya berkunjung ke tempat kerja di tengah laut itu....

Alangkah bodohnya saya.....namun saya tidak memandang siapa orangnya, lebih ke arah apa yang dinasehatinya.

Terima kasih Pak atas sharingnya selama di Pesawat

Senin, Maret 15, 2010

Family Trip to Singapore (8th - Cost - End)

Berbicara masalah biaya memang menjadi salah satu topik menarik dalam hal liburan. Berapa sih biaya yang dikeluarkan untuk seluruh aktifitas yang sempat diceritakan dari edisi Familiy Trip to Singapore sebelumnya? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Pertama tentunya adalah tiket. Kebetulan karena waktu itu kita beli tiket pas harganya nol rupiah, maka untuk tiket bolak balik hanya membayar Rp 220.000 per orang, atau Rp 2.200.000 untuk 10 orang. Keluarga juga membeli tambahan bagasi yang sifatnya optional sehingga tidak kami hitung sebagai pengeluaran utama. Ada juga yang mempersiapkan paspor karena belum punya atau paspornya expired, itu juga tidak dihitung sebagai pengeluaran utama. Sehingga kesimpulannya biaya tiket adalah Rp 220.000.

Biaya kedua yang dijadikan perhitungan adalah pajak Bandara Soekarno-Hatta yang per orangnya Rp 150.000. Untuk 10 orang menjadi Rp 1.500.000

Biaya perjalanan dari rumah ke bandara sifatnya juga optional. Mulai dari DAMRI yang cuma Rp 20.000 per sekali jalan, sampai ke Taksi yang sampai lebih dari Rp 200.000 per sekali jalan. Jika ingin dimasukkan ke dalam biaya utama, maka perlu dirata-rata per orang, katakanlah Rp 50.000 per orang sekali jalan. Untuk 10 orang bolak-balik berarti Rp 1.000.000

Ketiga biaya di atas adalah biaya utama dalam rupiah. Total hingga saat ini adalah Rp 2.200.000 + Rp 1.500.000 + Rp 1.000.000 = Rp 4.700.000. Tidak akan ada lagi biaya utama dalam bentuk rupiah lainnya.

Di Singapore, biaya wajib adalah Transportasi, Hotel, Makan dan Tour. Belanja dan Snack tambahan tidak dihitung sebagai biaya wajib sehingga tidak akan dibahas di tulisan ini.

Untuk transportasi kami menggunakan EZ-Link selama berada di Singapore. Biayanya adalah $15 untuk starter pack dewasa dan $5 untuk starter pack anak-anak. Untuk yang pertama kali ke Singapore dan tidak dapat pinjaman EZ-Link dari teman, maka harus membeli starter pack seharga di atas dengan nilai kartu $10. $5 adalah biaya pembelian kartu, sehingga jika pinjam punya teman atau keluarga bisa hemat $5 untuk EZ-Link untuk tiap orang. Untuk kasus kami, ada tujuh dewasa dan 3 anak-anak. Dua dari tujuh dewasa sudah punya EZ-Link, sehingga dapat berhemat $10.

Pertanyaan berikutnya, harus diisi berapa EZ-Link tersebut? Jika dilihat dari website MRT dan bus di Singapore maka biaya transportasi untuk sekali jalan antara $0.50 sampai dengan $3.00. Pengalaman kami disana, setiap 2 hari perjalanan rata-rata menghabiskan $10 untuk dewasa dan $5 untuk anak-anak. Karena kami 4 hari disana, dan hanya terpakai efektif untuk 3 hari, maka kami sempat melakukan top up $10 untuk dewasa dan $5 untuk anak-anak ($10 dan $5 adalah minimum top up untuk masing-masing ketegori).

Jadi untuk transportasi selama 4 hari di Singapore kami menghabiskan 5 x $25 (5 orang dewasa yang beli starter pack dan top up), 2 x $20 (2 orang dewasa pinjam kartu orang lain dan top up) dan 3 x $10 (3 anak-anak dan top up). Artinya untuk transportasi dengan EZ-Link kami menghabiskan $195. Rata-rata sisa di kartu adalah $8 untuk dewasa dan $4 untuk anak-anak.

Biaya transportasi tambahan adalah biaya taksi. Untuk perjalanan kali ini taksi digunakan untuk perjalanan dari Hotel ke Bandara ketika hari terakhir. Untuk 10 orang membutuhkan paling tidak dua taksi. Masing-masing biaya naik taksi ke bandara adalah $15. Sehingga total untuk seluruh pengeluaran transportasi adalah $195 + $30 = $225

Biaya hotel seperti disebutkan sebelumnya adalah $200 per hari. Untuk 4 hari 3 malam, dihitung hanya 3 hari sehingga totalnya adalah $600. Harga tersebut sudah termasuk unlimited internet dan makan pagi.

Biaya city tour sesuai disebutkan sebelumnya adalah $33 untuk dewasa dan $17 untuk anak-anak. Tambahan tiket masuk Sentosa Island $2 per orang dan nonton Song of the Sea $10 per orang. Dengan demikian total biaya tour adalah 7 x $33 (7 orang dewasa), 3 x $17 (3 orang anak-anak) dan 10 x $12 (10 orang masuk Sentosa Island dan nonton Song of the Sea). Artinya untuk tour kami menghabiskan $482.

Biaya makan sangat variatif tergantung selera masing-masing. Untuk rencana kali ini kami merencanakan $10 per kali makan (makan siang dan makan malam, karena makan pagi sudah ada dari hotel) untuk dewasa dan $5 untuk anak-anak. Kenyataannya, per kali makan hanya habis sekitar $5 - $7 karena kita selalu makan di food court dan fast food. Itu juga sudah termasuk beli air mineral di supermarket atau mini market terdekat. Untuk memudahkan perhitungan maka rata-rata tiap orang menghabiskan $7 per kali makan. Dengan 6 kali makan (makan malam di hari pertama, makan siang dan malam di hari kedua dan ketiga dan makan siang di hari keempat) maka menghabiskan 6 x 10 x $7 = $420.

Memang ada pengeluaran lain seperti belanja dan mencicipi makanan kecil lainnya. Namun itu seperti kesepakatan awal tidak dimasukkan ke dalam hitungan disini. Sesuai hitungan di atas untuk transportasi, hotel, makan dan tour adalah

$225 + $600 + $420 + 482 = $1727

Jadi total keseluruhan biaya utama sepuluh orang jalan-jalan di Singapore dari 11 Maret 2010 hingga 14 Maret 2010 adalah

Rp 4.700.000 + $ 1727

Dengan menggunakan rate Sin$ terhadap Rp adalah Rp 6.650, maka total biaya keseluruhan dalam rupiah adalah

Rp 4.700.000 + (1727 x Rp 6.650) = Rp 4.700.000 + Rp 11.484.550 = Rp 16.184.550

Jika dibagi rata setiap orang maka masing-masing menghabiskan Rp 1.618.455. Jika dibulatkan ke atas hanya Rp 1.700.000 per orang.

Kurang dari Rp 2 juta loh per orang selama 4 hari 3 malam di Singapore. Kalau dilihat dari nilai Sin$ tiap orang cuma butuh kurang dari Rp 1.200.000 atau kurang dari $200 per 4 hari.

Kalau mau lebih hemat lagi bisa kok. Contohnya gak perlu ikut DUCK & HIPPO TOUR, tapi dipelajari dulu jalur tour dari websitenya sebagai referensi jalan-jalan di kota. Jika punya fisik yang kuat bisa juga tuh lebih hemat lagi. Dari pagi sampai malam jalan-jalan memang melelahkan, tapi tentunya sepadan dengan pengalamannya.

Selamat berlibur ke Singapore dan ambil pelajaran kehidupan tertib di sana. Semoga budaya tertib masyarakat Singapore menular ke masyarakat Jakarta.

Kapan lagi ya ke Singapore? harus perpanjang paspor dulu nih kayanya, karena di akhir tahun paspor expired dan kabarnya kalo di bawah 6 bulan paspor mau expired gak boleh keluar negeri.....harus siap-siap cuti lagi nih!!!

Family Trip to Singapore (7th - Tour and Places)

Rencana awal datang ke Singapore adalah ikut city tour yang diadakan oleh DUCK & HIPPO TOUR sesuai permintaan dari Ibu yang tidak mau repot-repot jalan sendiri. Menurut websitenya ada paket untuk mengikuti beberapa tour, yaitu City Cruise (menjelajah Singapore dari Timur ke Barat), Heritage Cruise (menjelajah dari Utara ke Selatan), River Cruise (menjelajah sungai), Moonlight Adventure (menjelajah kota di malam hari dan nonton Song of the Sea), dan Rhino Adventure (menjelajah Sentosa Island di siang hari).







Semua tour yang ditawarkan di atas dengan harga $33 untuk dua hari penuh. Hari pertama kita mencoba City Cruise dan River Cruise. Hari kedua kita menghabiskan seluruh tour di atas kecuali Rhino Adventure. Tidak ketinggalan pula nonton Song of the Sea. Dengan $10 cukup sepadan dengan pertunjukan yang ditampilkan. Paduan dari teknologi dan kreativitas. Sangat direkomendasikan untuk ditonton!!! Untuk yang baru pertama kali ke Singapore, apalagi bareng dengan keluarga dan anak-anak, City Tour semacam ini layak untuk dipertimbangkan, karena kita bisa melihat hampir keseluruhan kota dan bisa naik-turun di setiap titik-titik pemberhentiannya tanpa biaya tambahan.



City tour ini mencakup antara lain, Singapore Flyer, Merlion Park, Esplanade, City Hall, Fullerton Hotel, Raffles Hotel, Singapore Botanical Garden, China Town dan masih banyak tempat lainnya dimana kita bisa berhenti dan lihat-lihat tempat tersebut terlebih dahulu.



Tempat-tempat yang kami kunjungi selain dari City tour sebenarnya tidak banyak. Kecenderungan kami pada perjalanan kali ini adalah mengunjungi Suntec City. Itu karena sedang diadakan IT Show di sana disertai sale beberapa produk fashion di tempat yang sama. Benar-benar pintar, ini berarti yang cowok-cowok liat IT Show dan yang cewek-cewek liat diskon fashion. Tidak aneh penuhnya betul-betul luar biasa. Jangan harap anda bisa lihat-lihat di IT Show karena untuk jalan aja susah.



Suntec City merupakan mall yang sangat besar. Ada koneksi bawah tanah antara dia dengan City Hall MRT station. Padahal kalau dilihat dari peta, City Hall MRT berjarak paling tidak 500m-1000m dari situ. Betul-betul infrastruktur yang hebat dan mewah. Namun kabarnya Suntec City adalah mall terbesar kedua di Singapore setelah dibangunnya Vivo City di tahun 2005 (kata tour guidenya HIPPO TOUR). Kaya apa ya Vivo City?

Tempat belanja yang kami kunjungi adalah Mustafa Center, Bugis Village dan Orchard Road. Kebetulan di Tai Sheng sedang ada warehouse sale Charles & Keith, sehingga istri dan ipar saya minta diantar kesana ketika anak-anak istirahat siang. Mustafa dan Bugis dikunjungi untuk beli oleh-oleh buat teman-teman dan keluarga di Jakarta. Orchard Road hanya lihat-lihat saja, ada Paragon dan Takashimaya yang mirip-mirip dengan Senayan City dan Plaza Senayan. Bedanya di depan pintu masuknya tidak ada satpam yang mengecek tas kita. Di Charles & Keith istri saya beli sepatu dan ipar saya beli tas.







Pada perjalanan kali ini kami tidak sempat mengunjungi IKEA di Singapore walaupun ada rencana untuk kesana beberapa kali. Ini disebabkan waktu yang dimiliki tidak cukup jika hanya berkunjung satu hingga dua jam disana. Biasanya pada lupa diri ketika melihat yang bagus-bagus, hehehe. Tapi gak papa, paling tidak kan punya satu alasan lagi untuk berkunjung kemari.

Kapan lagi ya?

Minggu, Maret 14, 2010

Family Trip to Singapore (6th - Food)

Berbicara masalah liburan tentunya tidak lepas dari masalah makanan. Terus terang di liburan kali ini untuk urusan yang satu ini tidak ada rencana sama sekali. Sebenarnya ada tapi tidak jadi dilaksanakan karena padatnya jadwal acara.

Wisata kuliner memang sangat mengasyikan, namun perjalanan kali ini tidak fokus ke arah sana. Makan hanya sekedar untuk pengganjal perut dan tidak terlalu peduli mengenai masalah rasa. Inilah pengalaman makan selama di Singapore.

Beberapa kali kita makan di food court pinggir jalan, seperti di jalan lavender dan dekat bugis junction. Kebetulan di kedua food court tersebut banyak ditemukan pork (babi) yang jelas-jelas tidak dapat kami makan. Saya sebagai seorang vegetarian tidak terlalu kesulitan untuk makan karena banyak juga sayuran yang dijual disana.

Kesulitan baru terjadi bagi seorang vegetarian, manakala keluarga lebih memilih makanan semacam KFC, McD dan kawan-kawannnya untuk memenuhi selera makan anak-anak kecil. Di restoran-restoran seperti ini, makanan vegetarian, bahkan yang mengandung ikan juga sulit dijumpai, hingga saya kadang hanya mengkonsumsi kentang dan sedikit salad untuk makan.

Untungnya sarapan disediakan di penginapan yang berupa roti tawar dengan selai dan sereal. Dua hal itu lebih dari cukup untuk mengisi perut, tapi tetap saja membuat sendiri pop mie untuk anak kecil. Kasihan anak kecil sekarang, makanannya serba instan dan uniknya mereka suka dengan itu.

Dengan gaya makan seperti itu, kami dapat menghemat pengeluaran makan cukup besar. Budget yang kami tetapkan adalah $10 per orang per kali makan, termasuk minum dan snack, namun rata-rata habisnya cuma $5 per orang. Mengenai laporan biaya akan dibahas lebih lengkap di bagian biaya.

Jadi jangan harapkan kami akan cerita makan enak di tempat X, atau coba makanan B di tempat Y. O ya ada satu yang agak terkesan, yaitu makan siang di basement Lucky Plasa Orchard Road. Di food court tersebut ada yang jual makanan (namanya ada kata Asian Food-nya) yang menjual makanan yang isinya kita pilih sebanyak tujuh buah, nanti dia akan menambahkan dengan kuah. Harganya $4.70 dolar dan rasanya cukup enak. Bahkan paling enak dari seluruh makanan yang kita rasakan selama di Singapore.

Lebih baik cari-cari informasi mengenai kuliner terbaik di Singapore untuk mengalami wisata kuliner sekaligus. Sayang fokus liburan kami lebih ke arah jalan-jalan di dalam kota bukan untuk wisata kuliner.

Ada alasan nih untuk balik lagi ke Singapore, hehehe

Family Trip to Singapore (5th - City Transportation)

Yang kita tahu dari awal adalah Singapore mempunyai sistem transportasi yang sangat memadai. Ada MRT dan juga bus yang menggunakan sistem tiket. Tapi itu belum pernah dibuktikan sendiri sampai benar-benar berada di sana. Jadi selama berada di Singapore, saya mengharamkan diri menggunakan taksi sebagai alat transportasi. Kenapa mengharamkan? karena disini sistemnya katanya sudah sangat baik dan ingin membuktikannya.

Keluar dari bandara kita langsung menggunakan MRT. Karena kebanyakan yang ikutan belum pernah atau sudah lama sekali tidak ke Singapore, maka kami harus membeli starter pack tiket EZ-Link di MRT changi dengan harga $15 untuk adult dan $5 untuk anak kecil. Harga untuk adult termasuk biaya kartu $5, sehingga net value yang ada di kartu adalah $10. Namun untuk anak kecil harga tersebut sudah termasuk net value. Kebetulan saya dan istri meminjam EZ-Link dari kakak ipar, sehingga kami pun tidak perlu mengeluarkan $5 biaya kartu, tinggal top up value kartu tersebut.

Kartu yang telah dibeli dibagikan ke masing-masing orang dan ditempelkan ke sensor kartu pintu masuk peron MRT changi untuk membuka locknya. Yang anak-anak dibantu oleh orang tuanya dalam menempelkan ke sensor. Namun selanjutnya anak-anak diajari cara menempelkan ke sensor sehingga mereka memiliki pengalaman tersendiri.

Kereta datang ke peron kira-kira 5 menit setelah kami on-board. Di sana ada tulisan berapa menit lagi keretanya akan datang, dan itu sesuai dengan apa yang ditulis. Inilah yang sangat membedakan antara Singapore dengan Jakarta. Disini pengguna transportasi umum mendapatkan kepastian waktu kedatangan, andaikata terlambat pun paling hanya beberapa menit dari yang seharusnya. Di Jakarta kita tidak tahu sama sekali kapan angkutan umum akan datang. Kadang dua angkutan sekaligus, kadang tidak ada sama sekali dalam dua jam menunggu.

Suasana di dalam kereta seperti yang tergambarkan dalam filem holywood atau filem jepang. Di situ ada tempat duduk yang tulisannya 'reserved', yaitu direserved untuk orang tua, ibu hamil dan orang cacat. Beberapa kali saya lihat sendiri orang disitu memberikan tempat duduknya kepada beberapa kategori yang saya sebutkan sebelumnya. Hal ini juga saya banyak jumpai di Jakarta, walaupun agak jarang karena penuh-sesaknya bus atau kereta sehingga lelaki yang masih kuat sekalipun harus tertidur ketika di perjalanan.



Yang menarik dari sistem transportasi di Singapore adalah korelasi antara satu angkutan dengan lainnya. Ketika merasakan perjalanan dengan MRT, kita dua kali harus pindah kereta atau dengan kata lain pindah jalur. Hal ini mirip seperti Busway di Jakarta yang bisa pindah jalur busway di halte transfer. Penumpang disini dipaksa bergerak cepat dalam pindah jalur karena kereta dari jalur lain akan datang tepat ketika dia sampai di peron untuk jalur berikutnya. Jika berjalan lambat, maka dia akan ketinggalan kereta dan harus menunggu hingga 15 menit. Hal yang sama juga saya rasakan terhadap jadwal bus. Jika ingin transfer bus, maka harus berjalan cepat ketika ingin mengejar bus yang akan kita naiki berikutnya. Terlambat berjalan, maka bus sudah keburu pergi. Makanya saya rasakan orang berjalan di Singapore memiliki kecepatan yang lebih baik daripada di Jakarta karena memang mereka tahu bahwa mereka harus cepat jika tidak ingin ketinggalan karena ada kepastian jadwal. Bandingkan dengan Jakarta, ketika kita pindah jalur busway maka 99% kita akan mengalami penumpukan penumpang. Lagi-lagi karena tidak ada kepastian jadwal.

Informasi angkutan umum seperti bus dan MRT sangat mudah didapatkan baik dari terminal yang bersangkutan hingga dari internet. Jadwal MRT dan bus dapat dilihat dengan seksama di website yang bersangkutan, bahkan untuk bus ada semacam journey planner, dimana website tersebut menjawab pertanyaan kita tentang bus apa yang harus kita naiki jika kita mau pergi dari titik A ke titik B. Itulah sebabnya akses internet sangat dibutuhkan ketika merencanakan perjalanan di Singapore, terutama untuk yang baru pertama kali kesana. Dari lihat informasi di internet tersebut, kadang kita bisa memodifikasi rute kita dalam rangka menghemat waktu tempuh atau menghemat biaya angkutan.

Ada satu pengalaman kami selama di Singapore memodifikasi rute perjalanan. Dari hotel menuju Suntec City Convention Center, jika minta petunjuk dari website maka akan disarankan untuk jalan kaki terlebih dahulu sekitar 300 meter, kemudian naik bus nomor 133 langsung ke Suntec. Biayanya $0,91 untuk adult. Dengan dimodifikasi, kita bisa langsung naik bus nomor 145 dari depan hotel, terus turun di tiga halte berikutnya, lanjut naik nomor 133 ke Suntec. Jalan kakinya dikurangi hingga hampir tidak ada, dan biayanya pun berkurang $0.03 karena adanya transfer rebate.



Setiap ingin melakukan rencana perjalanan, maka kami selalu bertanya kepada website tersebut tentang bus dan halte, sehingga setiap perjalanan serasa terencana dan biayanya dapat diukur. Namun ada satu kejadian dimana kami benar-benar berhenti di luar rencana, sehingga terpaksa saya memutar otak untuk mengembalikan kita kembali ke hotel. Untung saja salah satu dari bus tersebut melewati jalan yang tadi sempat dilewati, sehingga langsung saja kita milih bus tersebut walaupun tidak tahu sedang berada dimana. Saya rasa jika bertanya kepada orang Singapore sekalipun tidak akan banyak membantu masalah bus ini, karena sepertinya mereka juga tidak terlalu hapal dengan bus yang bukan menjadi kebiasaannya.



MRT hanya digunakan pas pertama kali datang karena jalan menuju peron dan transfer ke jalur yang lain butuh jalan kaki yang cukup jauh, padahal di rombongan ada ibu yang di atas 50-an dan anak balita. Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada korelasi antar jalur dengan kecepatan jalan. Jika kecepatan jalan kurang, maka setiap kali ganti jalur kita akan kehilangan sampai 15 menit hanya untuk menunggu kereta berikutnya. Lagipula rencana perjalan kita tidak mengharuskan untuk mengambil MRT sebagai moda transportasi.

Dengan sistem transportasi yang sudah tertata baik seperti itu, jarang sekali kami menemukan kemacetan di sana, bahkan ketika di Suntec City Convention Center sedang ada pameran IT Show. Sebagai gantinya, pameran tersebut disesaki banyak orang, seperti ingin menonton konser artis luar negri karena untuk jalan saja susah sekali.

Kapan ya Jakarta bisa seperti itu? Menurut cerita guide city tour yang kami coba, masalah di Jakarta juga dialami oleh Singapore di tahun 70-an, namun mereka berubah dan menjadi tertata demikian rapi.

Ada satu lagi, jika di Jakarta sungai merupakan momok, di Singapore sungai menjadi tempat wisata yang sangat menakjubkan. Hidup lebih dari 30 tahun di Jakarta, belum pernah sekalipun naik perahu sungai, karena memang tidak ada layanan naik perahu kecuali pilot project yang gagal beberapa tahun lalu.

Memang butuh kemauan dan aturan yang tegas untuk berubah, kalo tidak, ya gak akan bisa sampai kapan pun.

Family Trip to Singapore (4th - Hotel)

Sebelum berada di Singapore tentunya kita harus mempersiapkan penginapan kita. Hal ini selain mengurangi kebingungan ketika sampai juga mempermudah kita melewati imigrasi di Singapore karena ada isian tentang penginapan di Singapore.

Memilih penginapan memiliki seni tersendiri karena kami inginnya yang harganya paling murah tapi yang juga enak. Memilih salah satu hotel berbintang di Singapore sangat mudah, tapi biayanya juga sangat mahal. Oleh karena itu kami melihat-lihat penawaran terbaik dari berbagai penyedia penginapan.

Berlibur dengan 10 orang sekaligus membuat biaya bisa dihemat atau bisa juga semakin membengkak, oleh karena itu booking hotel sebelum hari-H sangat direkomendasikan sehingga biaya dapat dikontrol. Berbagai penawaran kami dapatkan namun akhirnya pilihan jatuh ke THE HIVE BACKPACKER HOSTEL.



Rate untuk hotel tersebut cukup terjangkau. Dengan menyewa kapasitas 9 orang (karena 3 orang dari kami adalah balita), maka seluruh biaya per hari adalah $200. Booking dilakukan sebulan sebelum keberangkatan tanpa uang muka sekalipun. Kamar yang kami sewa adalah dua double bed (satu agak besar dan satu lagi agak kecil), dan lima bunk bed. Kebetulan ketiga kamar tersebut berada di lantai yang sama dan secara tidak langsung kita menyewa seluruh kamar untuk lantai tersebut.



Menuju hotel tersebut ada beberapa cara, namun cara yang kami tempuh dari bandara adalah dengan MRT. Butuh lebih dari satu jam perjalanan (termasuk jalan kakinya) untuk mencapai hotel. Nyampe, langsung teler.....dan anak kecil pun belum makan siang, sehingga harus secepatnya mencari tempat makan terdekat (jalan kaki kira-kira 300 m) untuk pesan makanan.

Kesan pertama ketika menginjakkan kaki ke hotel adalah sederhana dan bersih. Sesuai yang disebutkan di atas, kami menyewa seluruh kamar di lantai dasar dan tidak ada akses langsung dari lantai dasar ke lantai di atasnya. Jadi kami seperti menyewa sebuah rumah di daerah Singapore, dengan ukuran yang cukup besar dan per harinya hanya $200.



Fasilitas yang didapat mungkin dapat dilihat pada website hostel tersebut, tinggal masuk google dan tulis nama hotelnya. Apa yang ditulis disitu bisa dibilang 99% akurat, hanya di lounge room air conditioner dinyalakan mulai pukul 6 sore hingga pukul 1 malam dan di bunk bed room air conditioner dinyalakan mulai pukul 6 sore hingga pukul 12 siang di keesokan harinya.

Staff yang ada disitu juga ramah dan sangat membantu jika kita mempunyai pertanyaan. Tempatnya saya sangat rekomendasikan untuk tur kelompok dengan jumlah 9 orang, atau 10 orang jika ada anak kecil (mereka memperbolehkan satu orang extra karena kebetulan di kelompok ada tiga anak kecil dan saat penawaran awalnya, dia menawarkan enam bunk bed, padahal cuma ada lima).

Internetnya....Wow!!! mantap sekali. Lebih cepat dari First Media yang ada di rumah sepertinya. Gratis lagi!!! O ya internet sangat berguna di sini karena untuk pergi kemana-mana kita harus tanya ke internet mengenai jalur bisnya. Bahkan dari situ kita dapat memodifikasi jalur tersendiri. Lebih lanjut akan dibahas pada edisi transportasi.

All and all, kami puas tinggal di THE HIVE BACKPACKER, walaupun kata staffnya ada komplain dari tamu lain karena kita buang sampah bekas makanan di tong sampah dalam dan itu menyebabkan bau tidak sedap ketika tamu lain datang ke lounge kami dan menggunakan internet atau menonton TV.

Kok bisa ada tamu lain? Karena di bagian depan dari tempat tersebut adalah tempat umum yang digunakan untuk nonton TV dan internet. Dan itu bisa digunakan oleh siapa saja yang menginap di The Hive. Jadi kita tidak 100% menguasai tempat tersebut, tapi hanya seakan-akan menguasai tempat tersebut.

Sabtu, Maret 13, 2010

Family Trip to Singapore (3rd - Airport)

Tanggal 11 Maret 2010

Hari-H keberangkatan ke Singapore. Hari ini jelas cuti karena keberangkatan dari Bandara Soekarno-Hatta adalah pukul 11.20. Dari jam 7 pagi sudah berangkat dari rumah diantar oleh mertua ke Blok-M karena mau naik DAMRI ke bandara.

Sampai di Blok-M pukul 8 kurang 10 menit, kebetulan jalanan tidak terlalu macet, dan kita tidak berangkat pas pada pukul 7, melainkan hampir 7.30. Jam 9 kurang sedikit sudah sampai di terminal 2D bandara Soekarno-Hatta. Keluarga yang lain belum sampai karena terjebak macet di tol Tanjung Priok yang menuju bandara. Mereka semua baru sampai sekitar pukul 10 pagi.

Saya dan istri sempat merasakan executive lounge karena istri punya kartu kredit yang bisa buat masuk lounge tertentu. Lumayan, isi perut dulu, karena kemungkinan baru makan lagi dekat-dekat magrib, mengingat menurut jadwal kita akan landing pukul 2 siang, dan mungkin membutuhkan setengah sampai satu jam untuk putar-putar di Bandara Changi, termasuk imigrasi, ambil bagasi dan bingung-bingung disana.

Pukul 10.40 kita sudah dipanggil untuk boarding, dan pas pukul 11.20 pesawat sudah mulai taxi (jalan) menuju runway. Istri saya sempat berujar, "Gile, udah gratis tepat waktu pula". Emang mantap airasia untuk masalah ketepatan waktu. Bahkan di dalam kabin dikasih snack dan minum pula. Mengejutkan!! Saya sempat bertanya apakah snack dan minum ini gratis atau bayar, hehehehe.

Pukul 14 lewat sedikit waktu Singapore, pesawat mendarat sempurna di Bandara Changi. Dari atas saja sudah kelihatan besarnya bandara negara Singapore ini, runwaynya ada banyak banget, hal yang jarang ditemui di Indonesia, apalagi ini adalah pengalaman pertama bagi saya keluar negeri, dan akhirnya paspor saya yang sudah perpanjang satu kali semenjak buat, punya cap di lembarannya.



Hal pertama yang dilakukan setelah sampai di bandara Changi adalah mencari toilet. Toilet disini mirip seperti toilet-toilet yang ada di senayan city atau hotel bintang lima dimana tidak ada pencetan untuk flush pispot. Terpaksa deh melakukan 'atraksi' untuk mensucikan diri kembali.

Lalu lanjut dengan menukar uang. Kebetulan kakakku uang singapore dollarnya ketinggalan di rumah pas berangkat paginya. Nilai tukarnya lebih mahal daripada di Indonesia, tapi masih cukup moderat (mungkin memang rate-nya udah berubah kali ya...). Pelajaran yang bisa diambil dari sini adalah, persiapan yang benar, kalo perlu buat cek list barang-barang apa saja yang dibawa.

Trus kita menuju imigrasi, cukup menunjukkan paspor dan isian formulir yang didapat di pesawat. Tanpa tanya-tanya, mereka langsung mengesahkan kedatangan kita. Hore!!! sudah resmi masuk Singapore.



Setelah imigrasi, ada brosur-brosur dan peta singapore. Brosur dan peta dibagi dalam berbagai macam bagian, makanan, belanja, wisata, dan lain-lain. Mungkin karena banyaknya orang yang ke Singapore sehingga pemerintahnya membuat brosur semacam itu. Brosur ini gratis, dan bisa diambil sebanyak mungkin. Namun peta yang ada di brosur adalah peta tengah kota, bahkan lokasi hotel tempat kita nginap tidak ada di peta tersebut.

Lewat imigrasi kita pergi untuk ambil bagasi. Disitu ada ban berjalan yang sedang berhenti dan bagasi kita yang berjumlah 4 buah hanya terlihat 2 buah. Selidik punya selidik, rupanya ban berjalannya sedang rusak, sehingga tas-tas banyak yang tersendat di perjalanan. Cukup lama kami menunggu, mungkin sekitar 1/2 jam sampai ban tersebut berjalan kembali. Barulah petualangan kita di sepanjang Changi Airport dimulai.

Pertama-tama, kita pengennya naik MRT, bertanya ke petugas rupanya kita harus naik tangga dahulu. Tangganya eskalator kok, jadi gak berat. Asal pake bagasi yang beroda saya rasa tak perlu pake taksi untuk ke tempat tujuan. Sampai di atas, sempat bingung akan adanya Skytrain. Apakah ini gratis atau bayar? Akhirnya lihat-lihat orang sekitar, dan juga bertanya kepada cleaning service di situ, saya mendapatkan kesimpulan Skytrainnya GRATIS!!! Wow, mantap sekali.



Skytrain membawa kita ke T2 (kayanya sih kepanjangan dari Terminal 2), dimana MRT berada. Untuk menuju MRT kita harus turun tangga (eskalator) cukup banyak karena peronnya terletak di bawah tanah. Kita beli Tiket EZ-Link dahulu, untuk starter pack dewasa harganya $15 dengan isi $10 dan top-up minimum $10. Anak kecil starter packnya $5 isi yang sama dan top-up minimum $5.

Abis itu masuk ke tempat tunggu MRT dengan menempelkan kartu EZ-Link ke counter masuknya. Hebat, bayar kendaraan umumnya pake kartu...



14 Maret 2010

Hari terakhir di Singapore, malam ini sudah berada di Jakarta kembali. Check out dari hotel pukul 11 paling telat dan baru berangkat dari Changi pukul 17.45. Ngapain aja ya 6 jam? Inilah ceritanya...

Kita check out pada pukul 10.30 dan akhirnya menggunakan taksi untuk ke bandara karena permintaan dari kebanyakan anggota keluarga. Tadinya sih mau ke IKEA dulu, tapi inget-inget yang kemarin-kemarin kok rasanya gak mungkin ya di IKEA cuma satu sampai dua jam, bisa-bisa nanti kebirit-birit ngejar jadwal pesawat. Akhirnya kita memutuskan langsung ke Changi, terus dari Changi mau ngelayap dipersilahkan.

Perjalanan menggunakan taksi ke Changi sangat cepat, tidak sampai 1/2 jam. Biayanya pun cuma $15 per taksi. Kita menggunakan dua taksi karena jumlahnya 10 orang. Sampai di terminal 1 Bandara Changi pukul 11 dan langsung masuk ke lantai keberangkatan.

Terbayang terkatung-katung di bandara tidak dialami di Changi. Kenapa? Pertama, kita ada 10 orang, jadi paling tidak ada yang bisa diajak ngomong. Kedua, ada fasilitas wifi gratis, tinggal menunjukkan paspor untuk diregistrasi. GRATIS!!! Ketiga, ada restoran untuk makan siang. Semacam food court di mall. Keempat, ada skytrain (kereta listrik) untuk jalan-jalan ke terminal lain di Changi. GRATIS !!! Kelima, habis check in, keadaan di ruangan setelah imigrasi sangat-sangat menyerupai mall. Starbuck dan Gucci buka outlet disana. Ada pula fasilitas pijit gratis dari OSIM. Pokoknya di Bandara Changi kita gak akan mati kebosanan karena fasilitas yang begitu melimpah.

Urusan imigrasi pun juga tidak sulit. Hampir sama ketika baru datang. Hanya ditanya nama saja, dicocokkan dengan foto di paspor, langsung dicap!!

Uniknya, di bandara dengan kelas internasional, toiletnya memiliki toilet jongkok!!! Yap. Ada satu outlet toilet yang menggunakan aksi jongkok. Satu-satunya yang memiliki semprotan air untuk cebok. Selebihnya hanya tissue, tissue dan tissue.

17.15 sudah waktunya boarding dan kita naik pesawat pada waktunya. 18.30 WIB kita sudah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, dan keteraturan yang selama ini dilihat di depan mata, tiba-tiba hilang dan berubah ke keadaan sedia kala....

Jakarta.....oh...Jakarta!!

Family Trip to Singapore (2nd - Preparation)

Beli tiket Juni 2009, berangkat Maret 2010. Waktu yang sangat lama untuk persiapan, tapi tetap saja sebagai bagian dari orang Indonesia, kami tetap menganut last minute preparation.

Pertama yang dipersiapkan adalah paspor. Saya dan istri sudah punya sejak lama, bahkan sudah mau expired dalam beberapa bulan mendatang. Jadilah kita gak perlu susah-susah bikin paspor lagi.

Kedua adalah NPWP. Sejak Desember 2008 karena tidak mau kena pajak yang lebih besar dan bisa gratis fiskal kalau ke luar negeri, maka kami pun buat NPWP. Hingga saat ini sudah dua kali melaporkan SPT ke kantor pajak.

Ketiga adalah Penginapan. Banyak jenis penginapan di Singapore. Mulai dari yang Backpacker hingga yang berbintang. Untuk perjalanan kali ini kita memilih hotel berjenis Backpacker untuk 10 orang dengan nama THE HIVE BACKPACKERS. Review mengenai hotel akan dibahas di edisi lain.

Keempat adalah Uang Kas. Uang memang bukan segalanya, tapi tetap yang paling utama!! Empat hari berada di Singapore tentunya kita harus menyiapkan uang yang cukup besar.

Kelima adalah Jadwal Acara. Untuk trip kali ini, saya dan istri yang membuat rencana perjalanannya. Seperti biasa, acara diajukan mepet ke Hari-H, karena kita banyak mengumpulkan data, seperti dari Internet, Buku dan pengalaman teman-teman yang sudah bolak-balik Singapore.

Keenam adalah Printilan. Maksud printilan disini adalah hal-hal yang juga penting tapi tidak terlalu esensial. Contohnya adalah pinjam kartu telepon dari teman yang masih bersisa, pinjam kartu EZ-Link dari kakak ipar yang masih sisa dan printilan lainnya yang cukup penting yaitu print tiket airasia.

Langsung tinggal tunggu Hari-H, trus cek dan ricek lagi.

Family Trip to Singapore (1st - Booking Tickets)

Juni 2009 lalu kebetulan saya melihat sebuah iklan airasia di kompas mengenai biaya terbang Jakarta-Singapura yang di iklan adalah Rp 0 (nol rupiah). Di iklan itu disebut nilai tersebut adalah nilai uang yang dibayar, diluar pajak bandara. Benar-benar iklan yang menarik, tapi tentu saja waktunya tidak lama, kalau saya tidak salah waktunya hanya 3 hari dan jadwal penerbangannya pun jauh sekali, hingga April 2010.

Langsung saya informasikan ke seluruh keluarga, yaitu adik, kakak dan ibu. Semuanya mengatakan setuju dan kami langsung memesan tiket yang dikehendaki sebelum waktu promo berakhir. Tanggal yang berhasil kami booking adalah tanggal 11 Maret 2010 untuk JKT-SIN dan 14 Maret 2010 untuk SIN-JKT. Sesuai dengan iklannya, memang biayanya nol rupiah untuk bolak-balik, hanya perlu bayar pajak bandara Changi di Singapura yang saat itu besarnya Rp 220.000 (dua ratus dua puluh ribu rupiah) per orang.

Inilah awal dari family trip kita ke Singapore.

Sabtu, Maret 06, 2010

Biggest Loser Couple

Tertarik dengan acara biggest loser di tv kabel, maka saya dan istri langsung termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Pesertanya cuma dua, saya dan istri, dan inilah perjanjian yang kami tanda tangani:

Sampai hari ulang tahun perkawinan yang ke-3, yang berhasil menurunkan berat badan (dalam persentase) paling besar, berhak mendapatkan hadiah yang diinginkan dari pihak yang kalah, maksimal 10 juta rupiah.

peserta 1 peserta 2
ttd ttd
suami istri

Keterangan:
Penimbangan pertama dilakukan pada tanggal 6 Maret 2010 pukul 06.00.
Penimbangan terakhir dilakukan pada tanggal 17 Juni 2010 pukul 05.30.


Tadi pagi telah dilakukan penimbangan dan hasilnya
Suami : 86 kg
Istri : 51 kg

Yuk kita dukung acara biggest loser couple ini....

Anggota DPR dan Juri Vote Lock

Beberapa hari lalu sudah digelar sidang paripurna DPR dan menghasilkan putusan mengenai kasus Century dengan sistem voting karena tidak mampu menghasilkan putusan yang mufakat. Putusan ini memang terasa demokratis, karena memang voting dibenarkan untuk dilakukan. Namun yang jadi permasalahan adalah voting yang berlangsung sangat tradisional --kalau tidak mau dibilang kuno-- dengan masing-masing anggota berdiri --menggantikan tunjuk tangan-- dan dihitung secara manual oleh petugas sekretariat DPR.

Miris memang, gedung DPR yang dibuat dengan biaya sangat besar, bahkan beberapa bulan lalu kita dihebohkan oleh pembelian komputer all-in-one merek Dell untuk tiap anggota DPR yang satu buahnya beharga belasan juta rupiah. Tapi untuk membuat suatu keputusan penting, dilakukan dengan voting tradisional, seperti jaman saya masih sekolah di Sekolah Dasar dahulu ketika kita ditanya oleh Bu Guru mengenai setuju tidaknya kita mengenai ide yang dikemukakan di kelas.

Berbeda dengan acara di salah satu stasiun tivi yang sedang populer saat ini. Untuk menentukan pemenang acara digunakan 100 juri vote lock yang independent dan masing-masing berhak memilih ya atau tidak di pilihannya. Jika juri tersebut memilih ya, maka akan dihitung sebagai satu suara, dan jika memilih tidak, maka suaranya tidak dihitung sebagai suara yang memilih peserta yang dimaksud. Juri vote lock diberikan waktu 5-10 detik untuk memilih dan hasilnya dapat dilihat pada saat pengumuman pemenang.

Atau ada lagi acara yang juga sudah cukup lama di televisi, biasanya ditayangkan di tivi pada pagi hari. Acara ini menggunakan semacam alat untuk memilih jawaban, apakah A atau B, dan masing-masing peserta hanya diberikan waktu 5 detik sebelum jawaban pertanyaan dilock. Di situ secara real time bisa keliatan peserta mana yang menjawab benar dan salah. Hasilnya dapat langsung diketahui setelah semua soal telah ditanyakan dan dibahas oleh pembawa acara. Pemenang pertama hingga kelima langsung ketahuan dalam hitungan beberapa menit, itu juga karena dilama-lamain oleh si pembawa acara.

Dua contoh acara tivi di atas sebenarnya menggambarkan bahwa teknologi untuk voting telah ada dan telah banyak digunakan di beberapa tempat. Jika mau voting tertutup, maka digunakan contoh kasus pertama. Sebaliknya jika mau voting terbuka, digunakan contoh kasus kedua. Hal ini sangat menghemat waktu, tenaga dan juga uang. Sehingga aktifitas perhitungan, penulisan di papan tulis, teriakan-teriakan yang tak perlu bisa dieliminasi. Biarkan komputer yang melakukan hal itu semua, dan peserta hanya perlu melihat hasilnya di layar.

Jadi seharusnya di setiap meja anggota DPR disediakan semacam voting button yang dapat digunakan ketika voting harus dilakukan. Penggunaannya saya rasa sangat mudah, karena juri vote lock pun dapat menggunakannya, apalagi anggota dewan kita yang terhormat. Lihat saja di kedua contoh kasus di atas, jika dilakukan dengan sistem komputerisasi, maka hasil voting dapat langsung diketahui secara real time. Sebagai informasi aja, ketika dulu pernah dilakukan voting untuk memilih presiden dan wakil presiden, dibutuhkan 1 hari penuh untuk melakukan itu semua. Artinya ada pemborosan penggunaan listrik dari cuma perlu 30 menit - 1 jam untuk pembukaan sidang, pandangan fraksi dan pembacaan keputusan serta penutupan sidang menjadi seharian, bahkan sampai pagi hari.

Entah kenapa teknologi semacam ini tidak diaplikasikan ke dalam ruang sidang paripurna DPR, apakah karena jika menggunakan ini anggota tidak bisa terlihat ke-vokal-annya yang sebenarnya hanya membuat muak, karena tiap kali interupsi, yang diucapkan itu-itu saja. Seolah-olah hal itu digunakan untuk mengulur-ulur waktu saja.

Apakah efesiensi dan efektifitas tidak menjadi target bagi anggota dewan? apakah yang penting anggaran yang ada boleh dihabiskan tanpa harus dihemat?

Entahlah, sampai kapan ada yang sadar bahwa voting tradisional semacam itu hanya memboroskan sumber daya negara dan menurut saya itu adalah bagian dari korupsi pengabdian mereka kepada rakyat.

Mudah-mudahan ada perbaikan di masa mendatang...amin