Rabu, April 20, 2011

Rumitnya Kebijakan Pembatasan Penggunaan Premium (Part 2)

Opsi kedua adalah pengaturan pengguna diimbangi dengan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Maksudnya, subsidi BBM hanya diberikan bagi pengguna kendaraan plat kuning, roda dua/tiga, dan kendaraan layanan umum dengan harga premium Rp 4.500 per liter. Sementara untuk taksi dan kendaraan pribadi bisa mengonsumsi premium dengan harga yang lebih tinggi, yakni Rp 6.500 per liter.

Opsi ini menghilangkan produk yang bernama RFID. Opsi ini saya rasa lebih aneh lagi dan lebih susah kontrolnya. Bagaimana ceritanya jika kita datang ke SPBU dengan mobil pribadi dan ada dispenser premium yang harganya Rp 4500 per liter lalu kita diharuskan memilih dispenser premium - produk yang sama - dengan harga lebih mahal yaitu Rp 6500 per liter?


Dengan adanya disparitas harga tersebut membuat orang semakin kreatif untuk berbuat curang. Kerja aparat pemerintah akan semakin capek karena setiap hari harus memburu para penyeleweng BBM yang mencari keuntungan di tengah kebijakan yang sembrono. Jangan salahkan orang-orang ini, karena memang ada kesempatan yang difasilitasi pemerintah dan mereka hanya memanfaatkannya, walaupun caranya juga salah. Yang perlu disalahkan adalah pemerintah kita jika memang memilih opsi nomor dua yang menurut saya sangat blunder untuk dipilih.

Berikutnya adalah opsi ketiga, yaitu

Opsi ketiga adalah penyesuaian harga BBM diimbangi dengan pemberian subsidi langsung menggunakan alat kendali kartu prabayar. Teknisnya, harga premium dinaikan menjadi Rp 6.500 per liter untuk dikonsumsi semua golongan pengguna kendaraan. Tetapi khusus pengguna kendaraan plat kuning, roda dua/tiga, dan kendaraan layanan umum akan diberikan subsidi langsung via perbankan. (Full Copy paste dari link di part 1)

Prinsipnya opsi ketiga ini mirip dengan opsi pertama, yaitu adanya sistem kontrol lewat teknologi IT dalam hal ini perbankan. Bedanya adalah harga premium dinaikkan dan pada standarnya semua orang membeli pada harga yang telah dinaikkan tersebut. Subsidi diberikan lewat layanan perbankan yang belum dijelaskan mekanismenya.

Opsi ini sebenarnya adalah opsi menaikkan harga BBM bersubsidi namun diembel-embeli dengan subsidi lewat perbankan. Opsi ini tentunya akan langsung menyulut inflasi yang cukup tinggi seperti saat menaikkan premium dari Rp 4500 ke Rp 6000 per liter (walaupun diturunkan kembali ke Rp 4500 per liter menjelang pemilu 2009). Kalau memang opsi ini yang dipilih, lalu pertanyaannya kenapa pemerintah lama sekali membuat keputusan jika ujung-ujungnya menaikkan harga juga? Apakah memang pemerintah kehilangan akal dan tidak mampu melakukan terobosan? Terus terang opsi ini sebenarnya cukup baik, toh sekarang harga minyak mentah sudah berada di atas 100 dollar per barrel, atau jika di rupiahkan per liter secara kasar maka menjadi Rp (100:160x9000) = Rp 5625 per liter.

100 itu diambil dari 100 dolar
160 itu diambil dari 1 barel kurang lebih 160 liter (158,98 liter tepatnya)
9000 itu diambil dari kurs 1 dolar kurang lebih Rp 9000

Jadi dengan kondisi sekarang sudah layak jika memang harga premium dinaikkan. Namun saya kecewa karena pemerintah kita rupanya memang tidak memiliki konsep apapun dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.

Subsidi dengan bekerja sama dengan perbankan saya rasa hanyalah kamuflase. Kenapa kamuflase? Karena yang mendapatkan subsidi dari perbankan adalah pengguna pelat kuning dan roda dua/tiga. Kita tahu sendiri bahwa masyarakat pengguna tersebut kebanyakan jarang atau tidak pernah berurusan dengan bank kecuali nabung atau tarik uang di teller maupun atm. Penggunaan kartu prabayar seperti Flazz BCA maupun E-Toll Card Mandiri juga jarang digunakan oleh masyarakat ini yang banyak dari masyarakat golongan menengah - bawah. Jadi ini memanglah kamuflase belaka.

Opsi-opsi yang ditawarkan pemerintah jadi menarik karena sepertinya semakin tinggi subsidi yang bisa dicabut maka pemerintah semakin ingin mengeluarkan kompensasi. Lihatlah di opsi pertama. Hitungannya seluruh pengguna haram menggunakan premium kecuali yang memiliki RFID. Artinya di kebijakan ini, premium seakan dihilangkan, atau dengan kata lain subsidi BBM 100% dicabut. Oleh karena itu pemerintah berani mengeluarkan kebijakan untuk membangun jaringan RFID.

Lalu lihat di opsi kedua! Subsidi BBM dikurangi sebagian. Tidak ada upaya kontrol dengan teknologi canggih karena opsi ini hanya menghemat sebagian kecil subsidi yang akan digelontorkan pemerintah. Tidak ada kompensasi apapun dari pemerintah dalam opsi ini.

Sekarang lihat di opsi ketiga! Di sini ada kontrol dengan perbankan. Jaringan perbankan sudah banyak yang tersebar hingga pelosok tanah air, sehingga kontrol subsidi dengan perbankan tidak memerlukan pembangunan jaringan baru bagi pemerintah. Dengan demikian terlihat bahwa dengan memilih opsi ini penghematan subsidi BBM pemerintah berada di antara opsi satu dengan opsi dua.

Hebat juga ya pemerintah kita, rupanya memang opsi-opsi ini telah ada penelitian dan pengembangannya. Bukan asal mengeluarkan kebijakan. Tapi kenapa kesannya kurang kreatif ya?

Masih ada satu opsi lagi yang belum dibahas, yaitu opsi empat. Berikut ini adalah copy paste dari link di part 1.

Opsi keempat atau terakhir adalah pengaturan pengguna sekaligus menyubsidi pertamax dengan mematok harganya sebesar Rp 7.500 per liter. Skema pengaturan pengguna BBM subsidi masih sama, yakni pengguna kendaraan plat kuning, roda dua/tiga, dan kendaraan layanan umum bisa mengonsumsi premium seharga Rp 4.500, sedangkan pengguna kendaraan pribadi hanya boleh pakai pertamax.

Dimanakah posisi opsi keempat ini? Jika di atas kita paparkan bahwa opsi pertama adalah opsi yang paling banyak penghematannya, sehingga pemerintah kita akan memberikan kompensasi dalam bentuk jaringan RFID. Lalu opsi ketiga menduduki penghematan paling banyak berikutnya, lewat kerja sama dengan perbankan. Opsi kedua sementara ini menduduki peringkat paling bawah karena tidak ada kompensasi apapun yang akan diberikan pemerintah. Opsi keempat ini sepertinya berada di peringkat yang sama dengan opsi kedua, hanya caranya dibedakan, yaitu ada komponen pertamax yang ikut disubsidi.

Opsi keempat juga tidak memberikan gambaran tentang pengawasan yang akan dilakukan terhadap pelarangan penggunaan premium. Lagi-lagi kebijakan ini hanya akan menimbulkan kecurangan bentuk baru dan pemerintah akan direpotkan oleh aksi-aksi opportunis yang memanfaatkan keadaan untuk keuntungan pribadi.

Jadi, apapun opsi yang nantinya akan dipilih oleh pemerintah, yakinlah bahwa itu bukan opsi asal-asalan, melainkan telah melewati kajian mendalam dengan bukti bahwa opsi yang menghasilkan penghematan paling besar, ada kompensasi yang disediakan pemerintah dalam bentuk pengawasan secara teknologi. Sedangkan opsi yang menghasilkan penghematan paling kecil, tidak ada kompensasi secara langsung dalam bentuk pengawasan. Kemungkinan biaya pengawasan oleh aparat pemerintah masih lebih murah daripada membangun jaringan teknologi untuk mengurangi masyarakat berbuat curang.

Idealnya kebijakan pemerintah itu adalah memberikan kompensasi kepada masyarakat berupa pilihan yang sepadan, misalnya dengan membangun fasilitas angkutan umum yang memadai, sehingga masyarakat tidak perlu memiliki mobil pribadi untuk kegiatan sehari-hari. Kompensasi semacam ini lebih adil, karena semua orang bisa merasakan manfaatnya, dan jika ada yang masih bersikeras menggunakan kendaraan pribadi maka harus membayar lebih mahal. Biarlah mereka-mereka ini yang memberikan subsidi bagi masyarakat yang menggunakan kendaraan umum.

Namun memang sulit mencari yang ideal di dunia ini, terutama di negeri yang banyak orang mencari keuntungan atas sebuah kebijakan. Saya hanya meminta kepada aparat pemerintah yang ingin memilih opsi kebijakan pembatasan penggunaan premium ini, mohon mudahkanlah hidup kami, berikan dahulu fasilitas alternatif, sehingga kami tidak harus secara terpaksa menggunakan kendaraan pribadi. Setelah itu barulah, naikkan premium, naikkan tarif parkir, jalankan ERP, bahkan naikkan pajak kendaraan pribadi. Kami tidak keberatan jika semua itu naik, asal ada pilihan yang diberikan kepada kami.

Selamat bertugas kepada para aparat negara, semoga anda semua melahirkan kebijakan yang baik dan benar.

Bismillah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar