Selasa, Maret 29, 2011

Family Trip to Kuala Lumpur (7th - Tour and Places)

Tiga hari berada di Kuala Lumpur harus mempunyai rencana mengunjungi tempat-tempat menarik. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, ada beberapa tempat yang layak dikunjungi ketika berada di Kuala Lumpur, di antaranya adalah Petronas Twin Towers, Genting Highland, Malaysia Tower, Petaling Street dan Central Market. Sayangnya kami tidak mengunjungi Malaysia Tower dan Petaling Street. Namun itu dengan alasan yang cukup kuat. Malaysia Tower biaya kunjungannya terlalu mahal, karena per orang harus membayar sekitar RM 40 untuk mengunjungi towernya saja. Sedangkan Petaling Street atau Chinatown di waktu malam tidak direkomendasikan oleh beberapa sumber yang saya dapatkan karena banyak copet beredar di tempat tersebut waktu malam hari. Padahal tempat ini bagusnya adalah ketika malam hari dimana menjadi pasar tumpah dengan jumlah manusia yang sangat banyak.



Hari pertama menginjakkan kaki di Kuala Lumpur, kami tidak berkunjung kemana-mana, hanya sekitar tempat hotel yang kebetulan di seberang jalannya adalah sebuah mal yang bernama Maju Junction. Mal ini mirip mal kelas dua yang ada di Jakarta. Di dalamnya terdapat hypermarket Giant (Ya!! Giant yang sama yang ada di Jakarta) sehingga kami bisa membeli minuman dan makanan ringan lebih murah daripada beli di dalam hotel yang merupakan minimarket Seven-Eleven.

Hari kedua adalah hari petualangan kami di Kuala Lumpur. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 7 pagi (waktu Kuala Lumpur satu jam lebih cepat daripada Jakarta, tapi keadaan langitnya sama seperti jam di Jakarta, dimana matahari baru terbit setelah pukul 7 pagi (di Jakarta setelah pukul 6 pagi), dan tenggelam sekitar pukul 7 malam (di Jakarta sekitar pukul 6 malam). Artinya jika di sana pukul 7 pagi, artinya kami berangkat dari hotel sama dengan pergi pukul 6 pagi. Dari hotel kami berjalan kaki sekitar 300 meter menuju stasiun monorel Medan Tuanku. Di situ kami naik monorel menuju KL Sentral dimana kami akan naik bus ke Genting Highland dengan Bus Go Genting. Pukul 7 pagi monorel sudah mulai penuh sehingga kami terpaksa membiarkan lewat satu kedatangan monorel karena saking penuhnya. Tapi penuh disini tidak seperti penuhnya KRL Jabotabek yang dempet-dempetan. Perjalanan dengan kereta monorel memakan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke KL Sentral.

Di KL Sentral kami langsung menuju ke loket pembelian tiket bus Go Genting yang harganya RM 9.3 untuk dewasa dan RM 8.2 untuk anak-anak. Bus Go Genting berangkat sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Kalau pagi hari jadwal keberangkatannya setiap setengah jam mulai dari pukul 08.30. Beli tiket bus Go Genting ini kita mendapatkan nomor kursi duduk, tidak seperti Skybus dimana kita mencari tempat duduk sendiri.

Perjalanan ke Genting Highland, tepatnya ke Lower Skytrain memakan waktu kira-kira satu jam. Dari kejauhan sudah terlihat adanya gedung bertingkat yang berdiri tepat di puncak bukit. Biasanya kalau di Puncak, Bogor, bangunan yang ada di puncak bukit adalah menara BTS seluler. Namun di Kuala Lumpur, bangunan yang ada di puncak bukit itulah yang disebut orang sebagai Genting. Jadi bisa dibayangkan berapa dinginnya Genting Highland ketika malam hari dan hujan.

Dari Lower Skytrain ke kereta gantung (Cable Car) membutuhkan perjalanan beberapa kali naik tangga berjalan. Hal ini disebabkan kereta gantungnya berada di lantai 3, sedangkan Bus Go Genting ngedrop penumpang di lantai 1. Ketika mau menaiki kereta gantung, kita melalui jalur antrian yang tidak ada orang yang mengantri. Hal ini karena kita datang ke Genting Highland bukan di hari weekend. Jika melihat jalur antriannya, saya yakin bahwa pada masa peak season seperti weekend atau hari libur besar, antrian menuju kereta gantung akan sangat mengular dan menunggu kesempatan menggunakannya bisa membutuhkan waktu hingga lebih dari satu jam.

Cable Car menuju Genting frekuensinya sangat cepat. Mungkin setiap 5 detik sekali ada Cable Car yang siap ditumpangi, sehingga dengan demikian tidak aneh bahwa di jalur antrian ada keterangan berapa menit lagi mengantri untuk menaiki Cable Car karena ada kepastian jadwal. O ya, untuk naik Cable Car ini butuh biaya RM 5 per orang, tidak peduli dewasa maupun anak-anak. Perjalanan menggunakan Cable Car sangat menakjubkan. Di bawah kita bisa melihat hutan hujan tropis yang hijau terlihat sepanjang mata memandang. Rel Cable Car tersebut langsung menuju bangunan yang tadi saya sebutkan berada di puncak bukit. Jadi bisa dibayangkan sendiri kecuraman jalur Cable Car. Oleh karena itu ada seorang kenalan saya yang pernah ke Genting menyatakan bahwa dia tidak berani naik Cable Car karena berada di ketinggian yang cukup lumayan dari tanah. Padahal enak banget loh naiknya. Benar-benar first impression akan Genting Highland yang sangat baik.

Begitu sampai di tujuan, kami langsung masuk ke bangunan yang bentuknya mirip dengan Mal. Bedanya adalah bangunan ini tidak ada pendingin udaranya, karena mungkin sudah termasuk dingin udaranya. O ya, pengalaman naik Cable Car yang tidak terlupakan adalah ketika kita naik Cable Car di Lower Skytrain, ada petugas yang foto kita berada di Cable Car. Begitu sampai di atas, foto tersebut sudah tercetak dan kita dapat langsung menebusnya di tempat tujuan. Sayangnya biaya penebusan fotonya sangat mahal, mencapai RM 30, sehingga tidak ada satupun dari kami yang menebus foto tersebut.

Dari bangunan yang mirip mal ini, kami mencari-cari tempat indoor dan outdoor parknya. Rupanya tempat kami mendarat dari kereta gantung merupakan tingkat tertinggi di bangunan tersebut, dan indoor dan outdoor park berada di basement lantai 5. Untuk menuju indoor dan outdoor park ada fasilitas lift jika ingin cepat, maupun fasilitas tangga berjalan jika ingin menikmati perjalanan di Genting area.

Kami dari awal tidak berniat ke outdoor park karena biaya unlimited ride-nya lebih mahal daripada indoor park. Lagipula saat itu outdoor parknya terasa sangat panas, karena memang sedang agak panas saat itu. Oleh karena itu kami menuju indoor park. Namun setelah sampai, indoor park tidak seperti yang kami bayangkan. Indoor park disini adalah beberapa permainan yang biasa juga dijumpai di Jakarta, bahkan di pasar malam. Tidak ada yang istimewa permainan yang ada disana.

Memang ada permainan yang agak menarik, yaitu Snow World dan Sky Venture, namun keduanya relatif lebih mahal (Snow World RM 25 dan Sky Venture RM 50), sehingga saya tidak minat mencobanya. Sebenarnya saya minat untuk ke Snow World, namun karena tidak ada anggota keluarga lain yang berniat kesana, jadinya saya urungkan niat saya kesana. Rencana mengunjungi Casino yang terkenal di Genting pun tidak jadi karena sudah agak lelah perjalanan dari pagi hari.

Siangnya, sekitar pukul 2 siang kami mulai berniat pulang. Keponakan saya masih pada ingin bermain-main di sekitar permainan seperti layaknya time zone. Jadi tidak ada yang baru yang kami rasakan di Genting. Ketika sampai di Lower Skytrain dan menuju ke tempat pemberhentian bus, kami baru sadar bahwa Bus Go Genting yang menuju KL Sentral baru berangkat pukul 16.30, yang artinya kami harus menunggu selama dua jam lebih untuk naik bus ke tempat kami berangkat tadi pagi. Akhirnya setelah melihat jadwal bus dan mencocokan dengan peta LRT Kuala Lumpur, kami memutuskan untuk naik Bus Go Genting yang ke Terminal Putra atau Gombak.

Sampai di Terminal Gombak, kami naik LRT ke arah KLCC. Kebetulan kami memang ada rencana mengunjungi Petronas Twin Tower sore itu. Cocoklah perjalanan kami, tidak perlu menuju KL Sentral tempat awal dimana kami berangkat. Turun dari terminal KLCC langsung berada di Mal Suriah KLCC. Mal ini terletak persis di antara dua tower kembar Petronas. Jadi ketika anda keluar mal tersebut, langsung terlihatlah kemegahan Petronas Twin Tower. Kami berfoto-foto disana, dan sepertinya memang disediakan tempat untuk foto-foto, soalnya tepat di depan twin tower disediakan taman dengan air mancur (yang baru dinyalakan ketika malam hari) yang cukup panjang. Semakin anda mendekati jalan, semakin mudah efek foto dengan Petronas Twin Tower.

Cukup lama kami berada di Suriah KLCC dan Twin Tower. Setelah makan malam di Mal tersebut, kami balik ke hotel dengan menggunakan satu taksi premium jenis Kijang Innova. Biaya taksi untuk sampai ke hotel adalah RM 19 (termasuk RM 6 surcharge karena penuh dengan orang).

Hari ketiga rencananya kami akan mencoba city tour Hop On Hop Off seperti yang kami lakukan ketika pergi ke Singapura tahun lalu. Namun karena ibu kami harus pulang ke Jakarta hari itu (kepulangan ini telah direncanakan tiga minggu sebelum keberangkatan) maka kami mengurungkan niat tersebut. Sebagai gantinya hari ketiga dimanfaatkan sebagai hari membeli oleh-oleh.

Paginya kami pergi ke Central Market bersama dengan beberapa teman ibu kami menggunakan Monorail dan LRT. Kami sampai di sana pukul 9 pagi kurang. Rupanya Central Marketnya belum buka, sehingga kami manfaatkan waktu untuk sarapan dulu di restoran sekitar Central Market. Saya, ibu saya, dan teman-temannya makan di restoran India, sedangkan keluarga yang lain makan di KFC yang kebetulan berada di dekat situ.

Selesai sarapan, kami menuju Central Market yang baru saja buka. Terlihat bahwa kios-kios masih belum banyak yang buka. Central Market ini adalah bangunan dua lantai yang isinya adalah kios-kios yang didominasi oleh barang-barang kerajinan dan cindera mata. Di Central Market saya membeli gunting kuku yang ada nuansa Malaysianya untuk oleh-oleh ke beberapa teman di kantor. Saya beli 12 buah gunting kuku tersebut seharga RM 25. Rasanya bisa lebih murah lagi, tapi gak papa lah, toh satunya sekitar RM 2 atau Rp 6000.  Saya juga mencoba Fish Spa dengan biaya RM 5 dan diberikan waktu 10 menit untuk menikmati spa dengan dikerubutin oleh ikan-ikan kecil. Rasanya geli karena bagian kaki yang kita masukkan ke dalam kolamnya digigit oleh ikan-ikan tersebut. Kalo dilihat dari pengunjung Fish Spa ini, kebanyakan adalah turis asing (baca : bule) dan mereka sepertinya merasa aneh dan sedikit takut digigit oleh ikan-ikan tersebut. Sebagai tambahan oleh-oleh untuk keluarga di Jakarta, saya juga membeli coklat Beryl rasa Tiramisu dua bungkus. Coklat dua bungkus tersebut saya tebus dengan uang RM 28.

Selesai belanja di Central Market, kami balik menuju Hotel dengan taksi premium lagi jenis Kijang Innova dengan biaya kali ini RM 16 sudah termasuk RM 2 surcharge. Lebih murah daripada tadi malam, padahal rasanya lebih dekat yang tadi malam, mungkin karena surchargenya kali ya....

Balik menuju hotel bukan tanpa tujuan, namun karena ingin Jumatan. Saya bertanya kepada reception Tune Hotel mengenai tempat Sholat Jumat dan dijawab bahwa masjid melayu agak jauh harus berjalan kira-kira 300 - 400 meter. Rupanya ipar saya juga bertanya tempat sholat, namun kepada Satpam Tune Hotel yang sepertinya keturunan arab, dan dijawab bahwa ada Sholat Jumat yang diselenggarakan di Mal depan Tune Hotel. Langsung saja kami begitu bersemangat mendengarnya, dan langsung menuju Mal di seberang jalan.

Namun apa daya, rupanya informasi yang diberikan tidak tepat. Mal memang ada Mushala, tapi tidak digunakan untuk Jumatan, melainkan untuk Sholat biasa. Akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti orang setempat yang berjalan membawa Sajadah. Mereka terus berjalan dan berjalan, tidak terasa mungkin jarak perjalanan sudah lumayan jauh tapi tidak terlihat Masjid sama sekali. Akhirnya setelah bertanya kepada seseorang, dia menunjukkan tempat Masjid yang berada di ujung jalan. Rupanya kebanyakan orang India yang mengisi Masjid tersebut.

Ketika memasuki Masjid, kami melihat ada seseorang yang cukup tua sedang ceramah dalam bahasa India dalam posisi duduk. Jamaah yang sudah berada di Masjid itupun cukup banyak, hampir 3/4 ruangan dalam Masjid terpenuhi. Buru-buru kami mengambil tempat dan duduk khusuk (baca : duduk tenang, memejamkan mata) sambil mendengarkan sayup-sayup suara orang tersebut. Kira-kira setengah jam setelah itu, kekhusukan saya mulai terusik, dan saya melihat lagi ke depan masjid. Rupanya bapak tua tadi sudah tidak ada, dan digantikan dengan seorang yang lebih muda (sekitar 30-40 tahun) membacakan sesuatu, berdiri kira-kira dua tiga langkah sebelah dari bapak tua tadi duduk.

Jamaah semakin banyak memasuki Masjid, bahkan ada yang duduknya tidak pada shaf yang seharusnya. Saya sudah terlanjur khusuk tadi, sehingga tidak dapat melakukan khusuk kembali. Akhirnya saya terpaksa mendengarkan orang tersebut membacakan sesuatu dalam bahasa India. Tidak lama setelah itu, dia membaca salam dan kemudian terdengar orang mengumandangkan adzan. Tadinya saya kira itu tanda Iqamah, tapi saya sadar bahwa itu baru adzan karena setelah itu muncul khatib yang sesungguhnya berdiri di atas mimbar.

Si bapak tua dan orang yang membaca tersebut tidak berdiri di atas mimbar, hanya di sebelah kanannya mimbar. Rupanya yang tadi kami lihat pertama kali ketika masuk ke Masjida adalah pengajian oleh si bapak tua, kemudian pengumuman dari orang muda tersebut, dan dilanjutkan oleh khotbah dari si Khatib di atas mimbar.

Dalam hati saya bergumam, "Tau gitu dari tadi cari makan dulu." karena kan lumayan ada waktu 1/2 jam sebelum adzan.

Selesai jumatan kami buru-buru kembali ke hotel karena ibu kami sudah harus berangkat ke bandara untuk mengejar pesawat sore.

Ibu kami berangkat dari hotel naik taksi premium yang disediakan hotel. Biayanya dari hotel menuju KL Sentral adalah RM 20 flat, bayar di muka. Dari KL Sentral ibu saya sudah memiliki tiket Skybus yang dibeli ketika booking tiket online saat itu. Saya ditugaskan untuk menemani ibu saya, sedangkan yang lain langsung menuju Bukit Bintang untuk belanja.

Ketika ibu saya sudah saya pastikan berangkat dengan Skybus, saya langsung menuju ke tempat keluarga yang lain di Bukit Bintang. Kami masuk ke salah satu mal yang sepertinya cukup tua, yaitu Sungei Wang Plaza. Di situ beberapa keluarga membeli pernak-pernik dari Vinci, merek asli Malaysia yang populer di Indonesia, dan saya membeli oleh-oleh untuk istri yaitu 9 bungkus biskuit Iko, 4 bungkus teh tarik Aik Cheong dan 2 bungkung teh tarik Ali Tea di Giant Hypermall di basement plaza tersebut.

Pulang dari plaza tersebut kami naik taksi biasa namun kami mendapatkan pengalaman yang menyenangkan karena supir taksinya mau menggunakan argo. Saat itu jalanan di Kuala Lumpur sudah mulai macet karena sudah lewat pukul lima sore. Perjalanan kami, kata supir taksinya, seharusnya memakan waktu hanya 5 menit, tapi kami lalui kira-kira 45 menit. Kemacetan yang kami alami di sana tidak separah di Jakarta. Perbandingannya, di sana jalan 3 lajur,  maka mobil antri di 3 lajur tersebut. Jika di Jakarta, 3 lajur, maka kalau macet bisa menjadi 4 atau 5 lajur yang semakin menambah keruwetan lalu lintas.

Sampai di hotel kami sudah cukup lelah sehingga langsung beres-beres untuk pulang ke Jakarta esok hari dan hanya keluar hotel untuk makan malam di tempat yang tidak jauh dari hotel.

Esoknya, kami masih menyempatkan belanja sedikit untuk menghabiskan persediaan uang ringgit yang ada di kami. Kami pergi ke Sogo Department Store kira-kira 500 meter jalan kaki dari hotel dan keluarga saya sempat menghabiskan uang ringgit yang besar (RM 100 dan RM 50) dari kantongnya. Sehingga yang bersisa hanyalah beberapa puluh ringgit untuk kepentingan makan siang dan beli-beli sesuatu di dalam bandara.

Secara keseluruhan kami cukup senang berada di Malaysia, walaupun kalau mau jujur kelebihan Malaysia hanyalah infrastruktur yang mendukung industri pariwisatanya. Tempat wisatanya pun tidaklah terlalu indah, malah kalau dibandingkan dengan negara tercinta Indonesia, tempat wisata Malaysia bukanlah apa-apa. Saya yakin jika pemerintah kita serius membangun infrastruktur yang mendukung industri pariwisata, maka Indonesia akan benar-benar menjadi surga bagi para turis. Semoga saja!

1 komentar:

  1. setuju dengan konklusi nya Boy. gw kalau ditanya tempat yg jadi tujuan wisata yg bagus di Malaysia, jawaban gw, "ehhh............" ;p
    soalnya ya itu, setelah ke tempat2 yg katanya bagus, ternyata koq ya cuma begitu, di Indonesia mah lebih bagus ke mana2 :) di KL juga paling ke mal2 aja, sementara di Jakarta lebih banyak mal nya & lebih bagus. kelebihannya adalah kemapanan & keteraturan sarana & prasana di sini yg kita masih harus banyak belajar...!

    BalasHapus