Minggu, Februari 14, 2010

Banjir Lagi di Jakarta

Jumat malam 12 Feb 2010 sebelum beranjak ke tempat tidur, saya sempat membaca sms di handphone yang isinya ada kemungkinan banjir pukul 03:00 di daerah jakarta timur seperti kalibata, kampung melayu dan sekitarnya. Langsung saya nyalakan tivi dan lihat running text dari Metro TV dan TV One, dan menemukan berita yang sama seperti dalam sms. Sms itu sendiri berasal dari perusahaan tempat saya bekerja.

Karena daerah tempat tinggal saya tidak ada dalam list tersebut, maka saya bisa tidur dengan tenang, sambil waspada jika daerah saya juga kebagian limpahan air dari bogor tersebut. Dua hari sebelumnya kali dekat rumah yaitu pesanggrahan sedang agak tinggi dan hanya beberapa centimeter dari bibir kalinya. Apakah mungkin peristiwa tahun 2007 lalu terulang kembali?

Sabtu pagi, saya bangun agak kesiangan karena malamnya tidur kemaleman. Tidak terjadi apa-apa paling tidak di tempat tinggal saya. Langsung saya cek tivi untuk melihat prakiraan banjir di daerah yang disebutkan tadi malam, dan ternyata memang kejadian!!! Banjir benar-benar terjadi, malah kabarnya ada sebuah tempat di kampung melayu yang tinggi airnya lebih dari dua meter....wow!!!

Di hari yang sama ketika saya memanaskan mobil dan mengitari kompleks, saya melihat warga kompleks tempat saya tinggal membuang sebuah bingkisan plastik ke dalam kali. Padahal di rumahnya sudah ada tempat sampah, dan kami pun sudah membayar untuk kebersihan tiap bulannya. Dengan kata lain, jika orang tersebut membuang bingkisan plastik tersebut ke tempat sampahnya, maka pasti bingkisan tersebut akan terangkut oleh petugas kebersihan yang sudah dibayar untuk melakukan tugasnya. Kenyataannya masih saja ada orang yang menganggap kali sebagai tempat sampah!! Sayang sekali bahwa dia tidak menyadari akibat perbuatannya bisa merugikan dirinya dan juga orang lain.

Hari itu juga kebetulan siang harinya ada kondangan di daerah salemba. Kampung melayu adalah feeder dari salemba, sehingga saya agak sungkan untuk pergi ke daerah tersebut, apalagi jalur menuju kesana tinggal satu yang mungkin, yaitu melewati pintu air manggarai yang saat saya sampai disana sudah berada di siaga 2 atau beberapa puluh centimeter lagi hingga airnya luber dari pintu air manggarai. Jalur yang lain, yaitu menteng tidak dipilih karena ada penyerangan kantor "Bendera" di jalan diponegoro, jalur yang harus dilewati.

Untungnya kami tidak mengalami kemacetan walaupun sempat ada beberapa titik yang mengalami genangan. Hari itu mungkin tidak banyak orang yang keluar rumah sehingga jalanan pun agak sepi. Tapi memang kami menuju ke pusat banjir, dan tidak banyak pilihan jalan yang bisa dilewati. Pada akhirnya kami berhasil sampai ke tujuan akhir yaitu rumah orang tua saya di daerah ciangsana.

Banjir, lagi-lagi tamu yang satu ini mampir di Jakarta. Mungkin memang bukan yang terbesar seperti tahun 1996, 2002 dan 2007. Tapi banjir ini sudah membuktikan bahwa memang belum ada perbaikan yang signifikan untuk mengatasi banjir di Jakarta. Saya tidak tahu status banjir kanal timur yang kabarnya sudah tembus laut, apakah belum dialiri aliran sungai? kenapa banjir kali ini yang cuma menimpa jalur kali ciliwung tidak dialihkan ke banjir kanal timur? atau memang banjir kanal timur untuk kepentingan yang lain? Maaf, saya sebagai warga Jakarta tidak tahu sama sekali mengenai pengaturan aliran air tersebut.

Jika dilihat siklus banjir besar Jakarta, maka sepertinya siklusnya semakin mengecil. Dari enam tahun, trus ke lima tahun, dan bukan tidak mungkin akan menuju ke empat tahun. Jika itu terjadi, maka banjir besar berikutnya akan terjadi tahun depan!!! Ya, benar, tahun depan, yaitu tahun 2011. Satu tahun lagi dari sekarang. Apakah yang sudah kita lakukan?

Mengharapkan peran pemerintah pusat maupun daerah rasanya tidak terlalu bisa diandalkan. Biarpun katanya sudah ada pengerukan besar tahun lalu di sembilan kali di Jakarta yang tidak pernah dilakukan dalam 30 tahun terakhir, buktinya beberapa hari yang lalu masih juga terjadi banjir. Artinya pengerukan itu belum membuahkan hasil. Perbaikan infrastruktur pun tidak kelihatan, paling tidak saya tidak melihatnya. Bisa dikatakan sia-sia pemerintah kita membuang miliaran rupiah tapi tidak ada hasilnya. Kasihan....

Jadi sudah saatnya kita sendiri sebagai warga Jakarta yang bertindak. Caranya? mulai dari yang paling mudah dulu....MEMBUANG SAMPAH DI TEMPAT SAMPAH!!! Saya tidak bilang membuang sampah di tempatnya, karena memang sampah sudah hampir di semua tempat, jadi kalo bilang di tempatnya berarti kita buang sampah di tempat yang ada sampahnya, dan kali termasuk salah satu di antaranya. Jadi saya jelaskan bahwa membuang sampah harus di tempat sampah. Tempat sampah itu berupa tempat seperti ember yang berada di dalam rumah, di pinggir jalan dan tempat lainnya yang bisa anda temukan. Dengan membuang sampah di tempat sampah, paling tidak kita mengurangi supply sampah yang berada di kali sehingga air di kali tidak lagi tambah tersumbat.

Emang kalo buang sampah di jalan salahnya apa? kan gak buang ke kali? Nah ini nih yang bahaya. Kalo kita buang sampah di jalan sembarangan, maka sampah itu akan selalu berada di jalan sampai ada sesuatu yang memindahkannya. Iya kalo dipindah ama petugas kebersihan pemda yang suka kelihatan di jalanan, kalo aliran air karena hujan yang memindahkannya gimana? air kan mengalir ke tempat yang rendah. Dari jalanan air mengalir ke got atau selokan. Artinya sampah kita akhirnya berada di selokan. Dari selokan air mengalir hingga ke kali. Dan itu berarti sampah yang kita buang akhirnya akan ke kali juga.....makanya jangan lagi buang sampah sembarangan!!!

Cara mudah berikutnya adalah MEMPERBANYAK RESAPAN AIR. Ini butuh usaha dari sekelompok orang. Tidak bisa bekerja sendiri. Resapan air ini banyak contohnya, tapi prinsipnya jangan apa-apa menimbun tanah dengan semen. Semen tidak menyerap air, dia hanya melewatkan. Seperti cerita di atas, maka seluruh air yang jatuh dari hujan akan jatuh ke kali dan tidak aneh jika kali akan meluap jika diisi terus menerus. Resapan air berguna untuk mengurangi air yang turun ke kali sehingga kali tidak cepat penuh dan luber ke jalanan. Syaratnya satu, harus ada tanah!!!

Teknik memperbanyak resapan air ada banyak, dan menurut saya yang paling efektif adalah teknik biopori. Biopori ini sangat superior, bisa mengatasi beberapa masalah sekaligus, tapi dianggap sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat Jakarta. Saya tidak tahu kenapa, tapi itu pun terjadi di rumah yang saya tempati. Saya sudah membuat lubang biopori di rumah, dan berhasil mengurangi sampah organik yang dibuang, namun usaha saya tidak didukung oleh penghuni rumah yang lain, sehingga pemisahan sampah organik yang tadinya sudah berjalan, kembali seperti sedia kala kembali, bahkan lubang yang sudah saya buat, akhirnya ditutup dengan semen. Alasan awalnya disemen adalah sebagai tempat main anak kecil, tapi kenyataannya, setelah disemen, anak kecil tidak sekalipun menginjak semen tersebut, lagi-lagi sayang sekali!!! Ini bukti bahwa memperbanyak resapan air ini memang kerjaan kelompok, bukan individu!!!

Jika kedua cara di atas dilakukan dengan kesadaran masyarakat Jakarta akan lingkungannya, maka saya optimis, siklus banjir besar Jakarta yang kemungkinan terjadi tahun depan bisa dipatahkan. Sinergi antara program pemerintah daerah dengan kesadaran masyarakat akan membuat Jakarta lebih mudah mengendalikan banjir. Banjir kanal timur mudah-mudahan dipercepat penyelesaian dan koneksinya. Pengerukan dilakukan terus bukan hanya menjelang musim hujan. Dan masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan.

Selama ini manusia dituduh memutuskan ekosistem yang berlaku di alam. Marilah kali ini manusia juga memutus ekosistem penyebab banjir dengan membuang sampah di tempat sampah dan memperbanyak resapan air. Ayo patahkan siklus banjir besar, kalo kata pepatah, hanya keledai yang jatuh pada tempat yang sama dua kali. Masyarakat Jakarta sudah tiga kali. Apakah kita tidak lebih baik daripada keledai?

1 komentar:

  1. Benar sekali, satu2nya cara mencegah banjir adalah masukkan air hujan sebanyak-banyaknya ke bumi.

    MENCEGAH BANJIR BUKAN HAL SULIT !
    Menanggulangi banjir dengan normalisasi sungai, perbaikan saluran air, dan pengoperasian pompa air seperti memberikan obat penurun panas pada seseorang yang demam tanpa mengobati infeksi penyebab terjadinya demam. Banjir akan berulang setiap turun hujan bila akar permasalahan penyebab banjir, sangat minimnya air hujan yang meresap kedalam tanah tidak diatasi.
    Saat ini air hujan dibuang ke selokan, saluran air dan sungai yang tidak lagi mampu menampung sehingga menjadi limpasan air berupa banjir/genangan. Untuk mencegah limpasan air hanya ada satu solusi, tingkatkan kemampuan meresapkan air hujan ke dalam tanah di setiap lokasi. Untuk itu diperlukan sistim resapan yang dibuat dengan prinsip menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah sedekat mungkin dari lokasi jatuhnya sehingga tidak melimpas ke tempat lain.
    Dengan asumsi intensitas curah hujan harian 200 mm (sangat lebat), bila 150 mm (15 M3 air per 100 M2 luas lahan) dapat diresapkan dekat lokasi jatuhnya, dapat dipastikan banjir tidak terjadi karena sisanya mampu ditampung oleh saluran yang ada. Sebuah sumur resapan dengan kapasitas tampung 3 M3 (bukan model sumur resapan yang diterapkan sekarang yang diisi ijuk dan batu kali) cukup untuk sekitar 200 M2 lahan, karena kemampuan meresapkan air bisa 10-30X daya tampung tergantung permeabilitas tanah. Dari hitungan sederhana tersebut jelas banjir dapat dicegah bila setiap pemilik/pengelola lahan diwajibkan membuat sebuah sumur resapan yang memiliki kemampuan tampung untuk setiap 200 M2 luas lahan. Pengawasan atas pelaksanaan kewajiban tersebut juga mudah, cukup dengan mengamati volume air yang dialirkan keluar dari kompleks perumahan, Mal dan berbagai bangunan lainnya.
    Sebenarnya peraturan bahwa setiap pemilik bangunan harus membuat sumur resapan sudah ada, tapi modelnya keliru dan belum tampak keseriusan pemerintah untuk menegakkannya.
    Mencegah banjir tidak sulit, asalkan pemerintah punya keberanian membuat dan menegakkan peraturan agar warga “tidak membuang” air hujan keluar dari lahan yang dimiliki/dikelolanya. Singapura saja berani membuat dan berhasil menegakkan peraturan yang melarang warga meludah dan membuang sisa permen karet sembarangan.

    BalasHapus